Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Malaysia Ini Cetuskan Saran untuk Produksi Jagung RI agar Lebih Murah

Kompas.com, 23 Agustus 2025, 08:41 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB menjaring ide-ide segar dan solusi inovatif dalam pengelolaan sistem agrifood berkelanjutan.

Essay Contest tersebut merupakan bagian dari kegiatan Summer Course Sustainable Agrifood Management in Indonesia (SAMI).

Salah satu pemenang Essay Contest, Nur Isabella dari Universiti Malaysia Sabah, dengan tulisannya yang berjudul Transforming Maize Production Through Push-Pull Technology for Resilient Indonesia.

Baca juga: IPB Dorong Terwujudnya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Hindari Konflik Global

Nur Isabella menulis esai tersebut karena terinspirasi tantangan yang dihadapi petani jagung di Indonesia, khususnya selama musim kemarau.

Sebagaimana diketahui, jagung merupakan tanaman yang membutuhkan perawatan ekstra, sehingga bisa meningkatkan biaya produksi.

Dalam esainya, Nur Isabella mengusulkan petani di Indonesia menggunakan teknologi push-pull untuk meningkatkan produksi jagung dengan cara yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Nur Isabella, teknologi push-pull menawarkan solusi yang lebih efektif, sederhana, dan berfokus pada keterampilan.

"Jadi, ini gampang karena lebih pada kemahiran berbanding daripada menggunakan bahan-bahan yang mahal. Ini lebih pada kemahiran dibanding daripada modal," ujar Nur Isabella, Jumat (22/8/2025).

Melalui penggunaan teknologi push-pull, Nur Isabella berharap, petani jagung di Indonesia dapat mengurangi biaya produksi, serta menciptakan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: 5 Prasyarat agar Swasembada Pangan Sejalan dengan Keberlanjutan

"Kalau menggunakan teknologi ini lebih murah, terus enggak membebani petani," ucapnya.

Kritik Metode Konvensional

Ia mengkritik metode konvensional petani di Indonesia dalam produksi tanaman jagung, yang seringkali melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya dan pupuk sintesis mahal.

"Apalagi petani di Indonesia sekarang ini menggunakan racun kimia yang di mana itu enggak bagus kan buat makanan yang kita konsumsi setiap hari," tutur Nur Isabella.

Sementara itu, Ketua Juri Essay Contest, Indra Refipal Sembiring mengungkapkan, penilaian terhadap ide-ide yang disampaikan didasarkan pada beberapa aspek penting.

Pertama, problem solving atau kemampuan untuk menawarkan solusi terhadap masalah yang ada.

"Contohnya, masalahnya adalah produksi daging (sapi) yang sangat tinggi di dunia yang ternyata berdampak pada pemanasan global. Solusinya, dia (pemenang Essay Contest lain) memperkenalkan daging berbahan baku tanaman. Berbahan dasar tanaman. Jadi, sama kayak makanan vegetarian gitu," ujar Indra.

Baca juga: Reformasi Sistem Pangan Dunia Bisa Selamatkan Lahan Seluas 43 Juta Km Persegi

Kedua, orisinalitas ide. Kata dia, para juri Essay Contest menilai apakah ide yang disampaikan tersebut baru atau hanya meniru.

Ketiga, kualitas penulisan. Di antaranya, penilaian terhadap penggunaan kata dan kalimat yang tepat. Keempat, dampak penelitian.

Menurut Indra, para juri Essay Contest menilai apakah ide yang disampaikan bisa memberikan dampak positif untuk penelitian selanjutnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau