Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenwashing Disorot: 6 dari 10 Konsumen Tak Percaya Klaim Hijau Korporasi

Kompas.com, 23 September 2025, 17:02 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Sebuah laporan baru tentang keberlanjutan lingkungan mengungkapkan bahwa dua pertiga (62 persen) konsumen percaya perusahaan melakukan greenwashing, angka ini naik tajam dari hanya sepertiga pada tahun 2023.

Temuan tersebut merupakan laporan dari Laporan dari Capgemini Research Institute berjudul “A world in balance 2025: Unlocking resilience and long-term value through environmental action” yang menyurvei 2.146 eksekutif dari 716 organisasi di 13 negara.

Selain soal isu greenwashing, laporan juga menemukan adanya kesenjangan antara rencana perusahaan untuk meningkatkan investasi umum dalam keberlanjutan lingkungan (82 persen) dan jumlah perusahaan yang telah mengembangkan rencana transisi iklim yang terperinci (21 persen).

Laporan pun kemudian menyarankan agar perusahaan memperkuat kredibilitas tindakan iklim mereka melalui langkah-langkah jangka pendek. Termasuk perlunya untuk membangun kepercayaan konsumen dengan komunikasi keberlanjutan yang didukung oleh bukti.

Baca juga: Komisi Eropa Berencana Batalkan Penyusunan Regulasi Anti-Greenwashing

Melansir Edie, Senin (22/9/2025) dalam laporannya, Capgemini menyimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan menyatakan keberlanjutan lingkungan merupakan strategi inti untuk menjaga ketahanan jangka panjang, mendorong inovasi, dan daya saing di masa depan.

Akan tetapi hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan kredibilitas yang semakin lebar antara merek dan konsumen, di mana keraguan terhadap praktik greenwashing meningkat tajam.

Penelitian menemukan bahwa lebih dari enam dari sepuluh (62 persen) konsumen percaya perusahaan melakukan greenwashing. Angka ini naik dari sepertiga (sekitar 33 persen) pada tahun 2023 dan lebih dari setengah (sekitar 50 persen) pada tahun 2024.

Dan lebih dari tiga perempat (75 persen) konsumen percaya bahwa perusahaan harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Greenwashing adalah upaya untuk menyesatkan publik agar percaya bahwa sebuah organisasi melakukan lebih banyak hal untuk melindungi lingkungan daripada kenyataannya.

Praktik ini bisa dilakukan dengan mempromosikan solusi palsu, atau dengan mengalihkan perhatian dan menunda tindakan iklim yang kredibel.

Lebih lanjut Capgemini menemukan bahwa hanya sekitar 21 persen perusahaan yang benar-benar telah menyusun rencana terperinci untuk meningkatkan dampak lingkungan mereka, lengkap dengan target sementara dan alokasi modal.

Para eksekutif menyatakan bahwa kemajuan terhambat oleh keterbatasan anggaran, sistem data dan pengukuran yang tidak memadai, serta silo operasional.

Baca juga: Alat AI diluncurkan untuk menandai risiko greenwashing di perusahaan

Selain itu, hampir dua pertiga dari mereka setuju bahwa geopolitik saat ini memperlambat investasi dan proyek keberlanjutan.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa AI memainkan peran penting dalam memajukan keberlanjutan, dengan dua pertiga eksekutif (64 persen) melaporkan bahwa organisasi mereka menggunakan AI untuk mencapai agenda keberlanjutan mereka.

Namun, terlepas dari kemampuannya untuk membantu mendorong keberlanjutan melalui pemrosesan data dan efisiensi, AI memiliki dampak lingkungannya sendiri melalui jejak karbon dan penggunaan air infrastruktur pusat data.

Lebih dari separuh (57 persen) eksekutif mengakui bahwa dampak lingkungan AI generatif sedang dibahas di ruang rapat, tetapi kurang dari sepertiga (32 persen) telah mengambil langkah untuk memitigasinya.

Laporan ini juga menguraikan beberapa rekomendasi utama bagi organisasi, termasuk kemajuan dari strategi ke eksekusi dalam adaptasi dan mitigasi iklim.

"Meskipun regulasi keberlanjutan tidak lagi memberikan tekanan besar pada perusahaan, para pemimpin bisnis masih melihat keberlanjutan sebagai pendorong utama nilai bisnis. Namun, dengan ketidakpastian global dan anggaran yang terbatas, banyak perusahaan sedang menghadapi realita yang sulit," ungkap Cyril Garcia, Kepala Layanan Keberlanjutan Global dan Tanggung Jawab Perusahaan di Capgemini.

“Dengan risiko iklim yang semakin menjadi prioritas dalam agenda perusahaan, para pemimpin bisnis perlu mengadopsi pendekatan yang pragmatis dan operasional. Mereka harus segera menerapkan langkah-langkah transisi dan adaptasi yang konkret serta terdanai," tambahnya.

Baca juga: Investor Pilih Label Hijau, Kabar Baik Sekaligus Alarm Greenwashing

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau