Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Kebakaran Global Kian Panjang akibat Ulah Manusia

Kompas.com, 23 September 2025, 20:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Aktivitas manusia telah memperpanjang musim kebakaran hutan global rata-rata 40 hari, yang secara fundamental mengubah waktu terjadinya kebakaran di seluruh dunia.

Sebuah penelitian baru dari University of Tasmania, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Ecology & Evolution, menunjukkan bahwa lebih dari separuh total area yang terbakar kini terjadi di luar musim kebakaran alami, yaitu periode ketika petir dan kondisi kering secara alami bertepatan.

Melansir Phys, Senin (22/9/2025), studi tersebut menganalisis data kelembaban bahan bakar dan petir di lebih dari 700 wilayah ekologis di seluruh dunia.

Sebagai informasi kelembaban bahan bakar mengacu pada jumlah air yang terkandung dalam material yang bisa terbakar di alam, seperti rumput kering, daun-daun, ranting dan kayu.

Penelitian ini menemukan bahwa manusia telah mengubah waktu terjadinya kebakaran hutan di hampir setiap lingkungan di Bumi, mulai dari sabana tropis hingga hutan boreal dan bentang alam Mediterania.

Baca juga: 99.032 Hektare Hutan dan Lahan Kebakaran, Terbanyak di NTT dan Sumut

"Sebelum manusia mulai memengaruhi, kebakaran hutan sebagian besar terjadi ketika petir menyambar di saat kondisi kering," kata Penulis utama studi, Dr. Todd Ellis, seorang Asisten Peneliti dalam bidang Physical Pyrogeography di University of Tasmania.

"Studi kami memisahkan musim kebakaran alami dari musim kebakaran yang disebabkan oleh manusia. Ini menunjukkan seberapa besar pengaruh manusia telah mengubah waktu terjadinya kebakaran hutan di seluruh dunia," jelasnya lagi.

Perubahan yang paling dramatis terjadi di padang rumput tropis. Di sana, manusia secara efektif telah memperpanjang musim kebakaran hutan sekitar tiga bulan, dengan sebagian besar kebakaran sekarang terjadi dalam rentang waktu yang didorong oleh aktivitas manusia ini.

Bahkan hutan boreal dan tundra yang terpencil sekalipun mulai mengalami musim kebakaran yang lebih panjang, melampaui batas waktu yang memungkinkan terjadinya penyalaan api secara alami oleh petir.

Pergeseran global dalam musim kebakaran hutan ini menimbulkan risiko ekologis yang signifikan.

Spesies-spesies telah berevolusi selama ribuan tahun untuk beradaptasi dengan kebakaran hutan yang terjadi pada periode musiman tertentu.

Ketika kebakaran hutan terjadi di luar periode alami ini, ekosistem akan menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: Kebakaran Lahan Gambut Akibat El Nino Bisa Terulang pada 2027

"Kami tidak hanya melihat lebih banyak kebakaran hutan dan dengan intensitas yang lebih besar, tetapi kami juga melihatnya terjadi pada waktu-waktu dalam setahun di mana ekosistem belum berevolusi untuk bisa mengatasinya, " terang penulis pendamping studi, Dr. Grant Williamson.

Ketidakcocokan waktu ini kemudian dapat menghambat pemulihan spesies dan mengganggu proses reproduksi, yang seringkali sangat erat kaitannya dengan musim tertentu. Hal ini mengancam keanekaragaman hayati dengan cara yang baru mulai kita pahami.

Riset tersebut menemukan bahwa beberapa pengaruh manusia seperti pembakaran untuk pertanian, pembukaan lahan, kemudian diperburuk oleh perubahan iklim.

Peningkatan suhu dan kondisi yang lebih kering memperluas rentang waktu di mana kebakaran hutan akibat ulah manusia dapat menyala dan menyebar, berpotensi menciptakan musim kebakaran sepanjang tahun di beberapa wilayah.

"Temuan ini menggarisbawahi bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola api secara berkelanjutan, dan kita bisa belajar banyak dari masyarakat adat yang menggunakan api sebagai bagian dari budaya," tambah penulis pendamping, Profesor David Bowman, dari Pusat Kebakaran University of Tasmania di School of Natural Sciences.

Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Rugikan Produktivitas Global Hingga 1,5 Triliun Dolar AS

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau