KOMPAS.com - Survei yang dilakukan perusahaan asuransi properti komersial FM menemukan mayoritas perusahaan (72 persen) tidak sepenuhnya memasukkan pertimbangan risiko iklim ke dalam rencana pembangunan lokasi barunya.
Survei ini dilakukan terhadap 800 manajer risiko perusahaan berbagai sektor teknologi global, manufaktur, dan industri dengan pendapatan tahunan minimal 250 juta dolar AS.
Sekitar 150 pialang asuransi juga dimintai pendapat mereka tentang manajemen risiko iklim fisik.
Mayoritas para pembuat keputusan di perusahaan (95 persen) yakin bahwa mereka sudah sepenuhnya atau sebagian besar menyadari di mana lokasi perusahaan mereka terpapar risiko cuaca ekstrem.
Baca juga: Pusat Data Rentan Bencana Iklim, Kerugian Bisa Capai Miliaran Dolar
Hampir delapan dari sepuluh (80 persen) perusahaan telah mulai memperbarui asumsi mereka sebelumnya tentang tingkat paparan risiko, sesuai dengan data cuaca lokal dan/atau ilmu iklim yang terbaru.
Meskipun demikian, secara umum, para responden yang disurvei oleh FM kemungkinan besar terlalu percaya diri dengan kesiapan mereka.
FM meminta responden untuk memperkirakan persentase aktivitas ekonomi di negara mereka yang terpapar risiko angin atau banjir. Hasilnya, hampir tiga perempat dari mereka meremehkan risiko tersebut.
Selain itu, hanya 28 persen dari responden yang disurvei menyatakan bahwa bisnis mereka sudah sepenuhnya memasukkan pertimbangan risiko iklim ke dalam rencana pembangunan lokasi baru.
Pendekatan ini direkomendasikan oleh para pialang asuransi untuk memastikan bahwa lokasi-lokasi tersebut dapat dicakup oleh asuransi secara memadai.
Baca juga: Krisis Iklim, Pulau Kecil Tenggelam dan Perlu Mitigasi Berbasis Lokal
"Kami menemukan kesenjangan yang semakin terlihat dalam kesadaran dan mitigasi, padahal saat ini banyak bisnis menghadapi tekanan yang lebih besar dari karyawan, investor, dan regulator untuk sepenuhnya mengelola ancaman terkait cuaca, baik yang terjadi di dalam maupun di luar operasional mereka," ungkap Dr. Louis Gritzo, kepala petugas sains FM, melansir Edie, Jumat (19/9/2025).
“Kabar baiknya adalah berbagai organisasi mulai merespons. Mereka mengedukasi diri sendiri tentang perubahan ini dan melacak serta memantau cuaca agar lebih siap,” tambah Gritzo.
Sementara itu perusahaan keuangan global S&P memperingatkan bahwa suhu rata-rata global hampir dipastikan (kemungkinan 90 persen) akan menjadi 1,5 derajat lebih hangat pada tahun 2040 dibandingkan era pra-industri.
Sementara itu untuk kenaikan sebesar 2,3 derajat Celsius kemungkinannya adalah 50 persen.
Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Rugikan Produktivitas Global Hingga 1,5 Triliun Dolar AS
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya