KOMPAS.com - Penelitian baru menunjukkan bahwa akibat perubahan iklim, pusat data akan lebih sering terkena dampak cuaca ekstrem, yang berisiko menyebabkan kerugian hingga miliaran dolar, kenaikan biaya asuransi, dan lebih banyak gangguan pada operasional mereka.
Itu merupakan kesimpulan dari laporan baru dari perusahaan analisis dan data risiko iklim XDI Systems yang melakukan penilaian global terperinci tentang bagaimana perubahan iklim dan cuaca ekstrem mengancam infrastruktur fisik pusat data di seluruh dunia.
Mengutip Edie, Sabtu (12/7/2025) laporan ini menganalisis hampir 9.000 pusat data di seluruh dunia untuk melihat seberapa rentan mereka terhadap delapan ancaman iklim, termasuk banjir, badai, dan genangan air.
Baca juga: Bagaimana Membangun Pusat Data Berkelanjutan? Pelajaran dari Malaysia
Laporan tersebut menunjukkan bahwa pusat data di kota-kota besar seperti Tokyo, Shanghai, dan Bangkok akan menjadi yang paling rentan terhadap risiko iklim pada tahun 2050.
Di lokasi-lokasi tersebut, 20 persen hingga 64 persen fasilitasnya diperkirakan akan menghadapi risiko kerusakan fisik yang tinggi.
Meskipun Asia-Pasifik merupakan wilayah yang paling cepat membangun pusat data, wilayah ini juga yang paling terancam.
Lebih dari 10 persen pusat data di sana sudah berisiko tinggi saat ini, dan angka itu diperkirakan akan naik menjadi lebih dari 12,5 persen pada tahun 2050.
Laporan itu memperingatkan bahwa jika tidak ada investasi besar untuk mengurangi emisi dan membuat pusat data lebih tahan bencana, biaya asuransi mereka bisa melonjak hingga 3-4 kali lipat pada tahun 2050.
"Pusat data adalah mesin diam ekonomi global. Namun, seiring dengan meningkatnya frekuensi dan parahnya peristiwa cuaca ekstrem, struktur fisik yang menopang dunia digital kita semakin rentan," kata Pendiri XDI, Dr. Karl Mallon.
“Ketika begitu banyak hal bergantung pada infrastruktur penting ini, operator, investor, dan pemerintah tidak boleh lengah,” katanya lagi.
Baca juga: Tren AI Global Gandakan Permintaan Listrik Pusat Data pada 2030
Laporan juga menekankan bahwa membuat bangunan pusat data lebih tahan bencana saja tidak cukup.
Alasannya, pusat data sangat bergantung pada infrastruktur di sekitarnya, seperti jalan, listrik, dan jaringan komunikasi, yang semuanya juga rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Sehingga tanpa pengurangan emisi global yang signifikan dan berkelanjutan, bahkan fasilitas yang paling tangguh sekalipun dapat tetap rentan terhadap gangguan dan kerugian.
Laporan ini menyimpulkan bahwa adaptasi dan dekarbonisasi sangat penting untuk melindungi infrastruktur digital yang mendukung perekonomian di seluruh dunia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya