Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Gula-gula Pasar Karbon Dunia dan Pahitnya bagi Indonesia

Kompas.com - 14/10/2025, 12:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di sisi lain, masalah teknis seperti sistem pelaporan hingga protokol transfer karbon antarnegara membutuhkan kesiapan lembaga, infrastruktur, dan sumber daya manusia.

Sementara itu, partisipasi publik di Indonesia dalam pemantauan dan pelaporan pelanggaran (grievance mechanism) masih sangat lemah. Tanpa pemantauan publik, skema ini akan menimbulkan celah kebijakan dan justru mengabaikan hak komunitas yang hidup serta menggantungkan penghidupan di dalamnya.

Baca juga: Ratusan Juta Terancam Jadi Pengungsi Iklim, Indonesia Perlu UU yang Berpihak pada Publik

Dengan silang-sengkarut kebijakan lingkungan di dalam negeri serta lemahnya dukungan fiskal, berbagai risiko harus ditakar oleh Indonesia. Jangan sampai skema ini justru menjadi beban baru yang harus ditanggung oleh uang rakyat.

Dan lagi-lagi, masyarakat adat rentan semakin terpinggirkan. Sementara pihak yang justru paling diuntungkan adalah kelompok superkaya yang meraup cuan dari sektor-sektor seperti tambang, minyak, dan gas—penyumbang terbesar emisi karbon.

Alternatif lain pembiayaan iklim

Ketimbang mengandalkan pasar karbon yang mempertajam ketimpangan, ada banyak pilihan pembiayaan iklim lainnya yang lebih adil bagi masyarakat, sekaligus memastikan kelompok superkaya menanggung kerusakan yang mereka timbulkan.

Dari dalam negeri, ada opsi mencari pendanaan dari pajak. CELIOS memperkirakan setidaknya ada sekitar Rp524 triliun yang bisa didapatkan dari implementasi pajak progresif, salah satunya pajak karbon dari perusahaan penghasil emisi besar.

Semakin banyak karbon yang dikeluarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Kebijakan ini lebih adil sekaligus efektif menjadi salah satu instrumen untuk menekan emisi yang dihasilkan oleh sektor padat karbon.

Menjelang COP30, negara-negara Global South seperti Indonesia, semestinya tidak fokus pada mekanisme pasar karbon. Fokuslah pada pembiayaan berbasis kinerja yang menuntut kompensasi nyata untuk menjaga hutan dan lingkungan.

Salah satunya dengan mendorong Tropical Forest Forever Facility (TFFF) yang rencananya bakal diluncurkan di COP 30.

TFFF memungkinkan adanya insentif tetap bagi negara pemilik hutan tropis yang berhasil menjaga hutannya. Rencananya konsep ini akan mengalokasikan minimal 20% dana langsung kepada masyarakat adat dan komunitas lokal selaku penjaga hutan.

Indonesia menjadi salah satu negara yang dinyatakan eligible dalam mendapatkan pendanaan ini. Tapi sayangnya, sampai saat ini, pemerintah belum merespons ajakan untuk bergabung dalam TFFF dan malah sibuk berjualan karbon.

* Researcher, Center of Economic and Law Studies (CELIOS)

** Director of Socio-Bioeconomy Studies, Center of Economic and Law Studies (CELIOS)

Baca juga: Gen Z Bisa Bergerak Lawan Krisis Iklim, Jangan Sampai Jadi Lost Generation

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Cuma 19 Persen Proyek REDD+ Sukses, Tanda Imbalan Tak Cukup Selamatkan Hutan
Cuma 19 Persen Proyek REDD+ Sukses, Tanda Imbalan Tak Cukup Selamatkan Hutan
Pemerintah
AIPI: Bukan Restorasi, Konservasi Mangrove Jadi Kunci Pangkas CO2
AIPI: Bukan Restorasi, Konservasi Mangrove Jadi Kunci Pangkas CO2
LSM/Figur
Kita Telah Sampai pada Titik Kritis Iklim, Tekornya Capai 10 Kali Lipat dari Awal Milenium
Kita Telah Sampai pada Titik Kritis Iklim, Tekornya Capai 10 Kali Lipat dari Awal Milenium
LSM/Figur
Banyuwangi jadi Percontohan Budi Daya Udang Berkelanjutan
Banyuwangi jadi Percontohan Budi Daya Udang Berkelanjutan
Pemerintah
Solusi Krisis Iklim Ada di Akar Rumput, Pemerintah Jangan Bikin Program Sepihak
Solusi Krisis Iklim Ada di Akar Rumput, Pemerintah Jangan Bikin Program Sepihak
LSM/Figur
Bank ASEAN Tingkatkan Ambisi Iklim, BRI dan Mandiri Pimpin dalam Pengungkapan Emisi
Bank ASEAN Tingkatkan Ambisi Iklim, BRI dan Mandiri Pimpin dalam Pengungkapan Emisi
Pemerintah
Solusi Iklim Tumbuh dari Imajinasi Komunitas Pinggiran
Solusi Iklim Tumbuh dari Imajinasi Komunitas Pinggiran
LSM/Figur
Pemerintah Hentikan Impor Limbah Logam Imbas Kontaminasi Radioaktif di Cikande
Pemerintah Hentikan Impor Limbah Logam Imbas Kontaminasi Radioaktif di Cikande
Pemerintah
PLN Tanam 72.400 Pohon Mangrove untuk Lindungi Pesisir dan Dukung Ketahanan Pangan
PLN Tanam 72.400 Pohon Mangrove untuk Lindungi Pesisir dan Dukung Ketahanan Pangan
BUMN
Pencemaran Radiasi Cs-137 di Cikande, Pemerintah Targetkan Bersih Akhir 2025
Pencemaran Radiasi Cs-137 di Cikande, Pemerintah Targetkan Bersih Akhir 2025
Pemerintah
Gula-gula Pasar Karbon Dunia dan Pahitnya bagi Indonesia
Gula-gula Pasar Karbon Dunia dan Pahitnya bagi Indonesia
LSM/Figur
Sah Secara Hukum Tak Cukup, Industri Perlu Restu Publik untuk Berkelanjutan
Sah Secara Hukum Tak Cukup, Industri Perlu Restu Publik untuk Berkelanjutan
LSM/Figur
BKSDA Aceh Umumkan Kematian Panton, Bayi Gajah yang Terseret Arus Sungai
BKSDA Aceh Umumkan Kematian Panton, Bayi Gajah yang Terseret Arus Sungai
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025 Ajak Masyarakat Perkuat Ekonomi Sirkular
Langkah Membumi Ecoground 2025 Ajak Masyarakat Perkuat Ekonomi Sirkular
Swasta
Kaltim Bisa Keluar dari Ekonomi Minyak dan Batu Bara, Masa Depan Hijau Sudah Terlihat
Kaltim Bisa Keluar dari Ekonomi Minyak dan Batu Bara, Masa Depan Hijau Sudah Terlihat
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau