Dari sisi petambak, inisiatif ini disambut positif. Syahrul (28) petambak tradisional Desa Wringinputih, mengatakan pendampingan yang diberikan memberi rasa tenang dan menepis kekhawatiran di sisi petambak dan publik soal isu kontaminasi.
“Udang dari tambak kami aman dan tidak terkontaminasi apa pun. Masyarakat jangan khawatir membeli udang lokal. Kami pakai air bersih, tambak diawasi, dan prosesnya transparan. Jadi isu soal udang terkontaminasi radioaktif itu sama sekali tidak terjadi di Banyuwangi,” jelas dia.
Kepala Balai Besar Perikanan Budi Daya Air Payau, Ditjen Perikanan Budi Daya KKP, Supito, menyebut program ini sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam membangun industri udang berkelanjutan.
Baca juga: Investor Tunda Ekspansi, Harga Udang Jatuh Usai Isu Kontaminasi Produk Ekspor
“Pasar global kini menuntut transparansi jejak karbon dalam setiap produk,” kata Supito.
Program budi daya udang lewat SIP dan CSSA tak hanya memperbaiki tata kelola tambak, tapi juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya terkait pengentasan kemiskinan, perlindungan ekosistem laut, dan pengurangan emisi karbon dari sektor perikanan.
Dengan langkah ini, Banyuwangi bukan hanya memperkuat posisinya sebagai sentra udang nasional, tapi juga membuka jalan baru menuju industri perikanan yang lebih hijau dan berdaya saing global.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya