Bahkan di negara-negara yang kebijakannya dianggap maju, seperti Inggris, masalah perlindungan banjir belum optimal dan kerentanan-kerentanan lain yang masih ada.
PBB mengimbau seluruh pemerintah di dunia agar memantapkan rencana adaptasi iklim nasional mereka dan meningkatkan alokasi dana iklim bagi negara-negara dengan ekonomi berkembang.
Menurut Kobad Bhavnagri, Kepala Strategi BNEF, banyak negara berekonomi besar dinilai belum mengambil langkah yang cukup untuk menjaga stabilitas ekonomi dari dampak iklim.
Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran di kalangan pebisnis dan investor yang menanamkan modal di negara-negara tersebut.
Hal itu terungkap dari Laporan Risiko Masa Depan 2025 dari AXA dan kolaborasi dengan Ipsos.
Laporan ini mengungkapkan adanya kekhawatiran yang masif, baik dari pakar maupun publik. Secara spesifik, 95 persen pakar dan 93 persen dari populasi umum merasa bahwa frekuensi krisis global telah meningkat drastis dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Perubahan iklim diidentifikasi sebagai risiko paling mengkhawatirkan pada tahun 2025, disusul oleh ketidakstabilan geopolitik, ancaman keamanan siber, dan kecerdasan buatan.
Masalah lingkungan lain seperti krisis keamanan sumber daya, hilangnya keanekaragaman hayati, dan risiko energi juga mendapat perhatian besar dalam laporan tersebut.
Baca juga: Wamen LH: Banyak Janji Pendanaan Iklim dari Negara Maju Tanpa Realisasi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya