KOMPAS.com - Laporan dari Forest Declaration Assessment 2025 menunjukkan bahwa kondisi hutan dunia makin memburuk dan kritis.
Hal ini dikarenakan negara-negara tidak berhasil mencapai kemajuan yang diperlukan untuk mewujudkan target penghentian dan pemulihan deforestasi global pada 2030.
Laporan Forest Declaration Assessment ini dirilis tepat di tengah periode penting dari janji ambisius global tentang hutan, di mana tahun 2025 seharusnya menjadi momentum perubahan besar.
Laporan tersebut menekankan bahwa laju penggundulan hutan terus melonjak. Target global untuk mencapai nol deforestasi pada 2030 terancam gagal, mengingat sekitar 8,1 juta hektar hutan telah hilang pada tahun 2024.
Melansir Down to Earth, Selasa (14/10/2025), angka kehilangan hutan tersebut melebihi target tahunan yang ditetapkan sebesar 5 juta hektar.
Jumlah kehilangan hutan tiga juta hektar ini juga lebih tinggi dari yang dijanjikan oleh para pemimpin dunia untuk menghilangkan deforestasi dan degradasi hutan serta memulihkan 30 persen dari semua ekosistem yang terdegradasi termasuk hutan pada tahun 2030.
Lebih lanjut, laporan juga mengungkapkan bahwa hilangnya hutan primer tropis yang lembap dan tidak dapat dipulihkan mencapai 6,7 juta hektar. Kerugian ini melepaskan 3,1 miliar metrik ton gas rumah kaca.
Sektor pertanian permanen yang mencakup kelapa sawit, kakao, kebun buah-buahan, tanaman musiman, dan padang rumput merupakan kontributor utama deforestasi global, menyumbang 86 persen dari total penggundulan hutan selama sepuluh tahun terakhir.
Baca juga: Cuma 19 Persen Proyek REDD+ Sukses, Tanda Imbalan Tak Cukup Selamatkan Hutan
Peningkatan degradasi hutan
Laporan ini juga memberi peringatan keras bahwa tingkat degradasi hutan terus memburuk, di mana 8,8 juta hektar hutan tropis lembap mengalami kerusakan pada tahun 2024 saja.
Area lahan yang mengalami degradasi saat ini melebihi dua kali lipat dari target yang ditetapkan.
Hal ini mengakibatkan upaya penghentian degradasi hutan pada tahun 2030 meleset jauh dari jalur yang diharapkan, yaitu sebesar 235 persen dari target tahunan.
Laporan ini menemukan bahwa kebakaran hutan merupakan penyebab utama degradasi hutan, di mana Cekungan Amazon adalah wilayah yang paling parah terkena dampak kerusakan akibat kebakaran.
Emisi gas rumah kaca dari kebakaran hutan pada tahun 2024 mencapai 791 juta metrik ton, jumlah yang lebih besar daripada total emisi industri tahunan dari negara sekelas Jerman.
Cekungan Amazon adalah contoh nyata bagaimana perubahan iklim antropogenik dan praktik pengelolaan hutan yang buruk dapat menyebabkan gangguan alam menjadi faktor pendorong bersama keruntuhan ekosistem.
Meskipun ancamannya besar, laporan tersebut menambahkan bahwa kerusakan hutan masih luput dari perhatian dalam sistem pemantauan dan target nasional, khususnya di kawasan non-tropis.
Minim restorasi hutan
Studi juga menyimpulkan kendati laju deforestasi dan degradasi meningkat pesat, inisiatif restorasi hutan masih minim, dengan hanya sekitar 10,6 juta hektar yang dilaporkan tercakup dalam proyek pemulihan.
Laporan itu menemukan bahwa sebagian besar pemerintah tidak mampu menyinkronkan kebijakan mereka di sektor ekonomi, perdagangan, dan penggunaan lahan dengan target perlindungan hutan yang telah disepakati.
Di samping kegagalan pemerintah, komitmen sukarela dari pihak korporasi pun tidak cukup efektif untuk menahan kerusakan hutan dan ekosistem secara signifikan.
Kurang dari sepertiga perusahaan pertanian dan kehutanan yang dikaji oleh laporan tersebut mengimplementasikan kebijakan yang melindungi seluruh komoditas berisiko hutan yang mereka gunakan.
Terhitung hanya 3 persen dari total perusahaan yang dievaluasi yang benar-benar melaksanakan komitmen anti-deforestasi mereka secara serius dan efektif.
Laporan itu menyoroti bahwa sektor pertambangan menjadi ancaman yang kian serius bagi hutan karena didorong oleh lonjakan permintaan energi.
Baca juga: Peran Strategis Industri Kertas dalam Menjaga Hutan Lestari
Diperkirakan bahwa 77 persen dari seluruh lokasi tambang di dunia berada dalam radius kurang dari 50 km dari Key Biodiversity Areas (KBA) atau Kawasan Kunci Keanekaragaman Hayati.
Antara tahun 2023 dan 2024, tingkat kehilangan hutan di KBA yang masih ditutupi hutan melonjak 47 persen atau setara dengan 2,17 juta hektar yang hilang.
Data ini menunjukkan bahwa upaya global untuk mencapai nol kehilangan tutupan pohon pada tahun 2030 kini meleset 104 persen dari target yang seharusnya.
Aktivitas kriminal lingkungan, termasuk pembalakan liar dan penggundulan hutan ilegal, ditaksir menghasilkan pendapatan mencapai 281 miliar dolar AS per tahun.
Laporan ini lebih lanjut mencatat bahwa diperkirakan 61 persen hingga 94 persen dari seluruh deforestasi hutan tropis yang ditujukan untuk sektor pertanian adalah kegiatan ilegal atau melanggar hukum.
Selain itu juga pengakuan hukum terhadap hak-hak Masyarakat Adat (IPs) dan Komunitas Lokal (LCs) atas tanah mereka masih sangat minim.
Faktanya, hanya 13 persen dari total wilayah adat di hutan tropis yang telah mendapat pengakuan formal dari pemerintah.
Baca juga: Perubahan Iklim dan Deforestasi Sebabkan Sejumlah Jamur Terancam Punah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya