Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Tekanan AS, PBB Tunda Keputusan Tarif Karbon Maritim

Kompas.com, 20 Oktober 2025, 14:06 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Mayoritas negara anggota Organisasi Maritim Internasional (IMO) memutuskan untuk menangguhkan penerapan harga karbon global bagi sektor pelayaran internasional selama satu tahun pada Jumat, (17/10/2025).

Penundaan ini terjadi setelah adanya tekanan dari Amerika Serikat yang mengakibatkan gagalnya pencapaian konsensus mengenai kebijakan pengurangan emisi tersebut.

Penundaan keputusan ini dianggap sebagai kemunduran besar bagi Uni Eropa dan negara-negara lain, seperti Brasil, yang selama ini gencar mendesak agar industri pelayaran segera beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan dan membuat skema harga karbon untuk mencapai target net-zero emissions.

Melansir Reuters, Sabtu (18/10/2025) Amerika Serikat dan Arab Saudi, yang merupakan dua negara produsen minyak terbesar di dunia, menunjukkan penolakan keras terhadap proposal penetapan harga karbon untuk industri perkapalan dalam pertemuan IMO di London.

Setelah melalui kebuntuan selama beberapa hari, Arab Saudi mengajukan mosi pada Jumat pekan lalu untuk menunda pembahasan harga karbon selama 1 tahun.

Baca juga: Industri Pelayaran Terancam Gagal Capai Target Bahan Bakar Bersih 2030

Mosi ini disetujui oleh mayoritas sederhana di mana diterima oleh 57 negara, dan ditentang oleh 49 negara yang ingin melanjutkan negosiasi.

Meskipun China, Yunani, Siprus, Jepang, dan Korea Selatan pada bulan April sempat mendukung penetapan harga karbon, dalam pemungutan suara Jumat itu, China berbalik mendukung penundaan, sementara negara-negara Asia dan Eropa lainnya memilih abstain.

Bahkan jika konsensus tercapai tahun depan, belum ada kejelasan kapan skema harga karbon ini akan diimplementasikan secara efektif, mengingat IMO sendiri telah merencanakan bahwa pembayaran emisi oleh kapal baru akan dimulai paling cepat tahun 2028.

Presiden AS Donald Trump sebelumnya juga mendesak negara-negara anggota IMO untuk menolak mosi tersebut, dengan menyatakan di platform Truth Social-nya bahwa pemerintahannya tidak akan mengizinkan dan tidak akan mematuhi sedikit pun pajak baru berkedok skema hijau global yang diberlakukan pada industri pelayaran.

Hal ini sejalan dengan ambisi Pemerintahan Trump untuk memperkuat pengaruh dalam pelayaran internasional, mengingat mereka sebelumnya memang sering menggunakan kebijakan tarif sebagai alat tekan untuk mendapatkan kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan dari negara mitra.

Lebih lanjut, industri maritim sebenarnya sudah menantikan adanya kerangka regulasi yang mampu meminimalisir risiko dan mendorong investasi besar pada bahan bakar bersih dan teknologi kapal modern.

Baca juga: PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya

Perusahaan pelayaran Denmark, Maersk, menanggapi bahwa penundaan oleh IMO adalah kemunduran dalam momentum dekarbonisasi industri. Mereka menyatakan akan menunggu dan melihat bagaimana IMO akan melanjutkan penyusunan kerangka kerja regulasi tersebut.

"Penundaan ini membuat sektor pelayaran terombang-ambing dalam ketidakpastian," kata Faig Abbasov, Direktur Pelayaran dari kelompok lingkungan Transport & Environment.

Sektor pelayaran global saat ini menyumbang hampir 3 persen dari total emisi karbon dioksida (CO2) dunia.

Mengingat sekitar 90 persen perdagangan global diangkut melalui laut, emisi dari sektor ini diperkirakan akan melonjak drastis jika tidak segera ada kesepakatan regulasi yang mengikat.

Sementara itu IMO yang memiliki 176 negara anggota, bertugas meregulasi keamanan dan keselamatan pelayaran internasional sekaligus mengupayakan pencegahan polusi laut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau