JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor lingkungan hidup mencapai Rp 600 miliar. Angka ini melonjak jauh dari targetnya yakni Rp 93 miliar.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti besarnya PNBP mencerminkan masih banyaknya pelanggaran dan persoalan tata lingkungan di Indonesia.
"Namun teman-teman sekalian, ini sebenarnya agak kocak. Pada saat tata lingkungan kita belum baik-baik saja PNBP kita Rp 600 miliar, ini jadi pertanyaan. Kalau PNBP Rp 600 miliar itu di Singapura cocoklah tata lingkungan sudah baik, enggak ada lagi yang bisa didenda," kata Hanif dalam acara Refleksi Satu Tahun KLH di TMII, Jakarta Timur, Senin (20/10/2025).
Baca juga: Pelanggaran HAM Kebun Sawit, Kriminalisasi hingga Ancaman Keselamatan
Menurutnya, PNBP yang tinggi bukan berarti sebuah keberhasilan, melainkan indikasi masih banyaknya pelanggaran yang menghasilkan denda lingkungan.
Hanif lantas menegaskan dua mandat utama dalam pengelolaan PNBP antara lain meningkatkan penerimaan negara dari sektor lingkungan hidup, dan menimbulkan efek jera serta kepatuhan pelanggaran lingkungan.
"Kami tidak berarti ingin PNBP besar, tetapi itu sebagai langkah kami untuk melakukan upaya-upaya penegakan hukum. Kalau kami melakukan pidana, setengah mati Pak, itu kurungan mungkin enggak cukup lapas-lapas yang ada di Tanah Air," ucap dia.
Sehingga, PNBP dinilai sebagai kunci untuk menyelesaikan tata lingkungan. Dalam kesempatan itu, Hanif turut menyinggung satu tahun kepemimpinannya dengan menekankan dua agenda besar yakni percepatan layanan perizinan lingkungan dan penguatan tata kelola kebersihan kota.
Dari segi perizinan, KLH telah memangkas waktu pembuatan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari yang sebelumnya satu-dua tahun menjadi 58 hari.
"Tetapi itu belum cukup, ternyata di kabupaten-kota belum sepenuhnya bisa kami kontrol. Saya ingin semuanya diselesaikan dengan waktu secepat-cepatnya mulai dari penguatan lembaga uji kelayakan, tata usaha tim uji kelayakan, kapasitas, kompetensi ayo kita selesaikan secepat-cepat," ucap Hanif.
"Sudah kasihan Pak, untuk ngurus izin lingkungan itu saya dengar sampai Rp 10 miliar, Rp 15 miliar," imbuh dia.
Baca juga: Langkah Maju Konservasi, IUCN Adopsi Resolusi Lawan Kejahatan Lingkungan
Pemerintah menargetkan semua proses persetujuan lingkungan akan terintegrasi secara nasional pada akhir 2025. Selain itu Hanif juga menyatakan bahwa tata kelola kebersihan kota menjadi pekerjaan rumah.
Berdasarkan penilaian Adipura, hampir seluruh kabupaten/kota masuk kategori kota kotor. KLH pun menetapkan lebih dari 260 kabupaten dan kota dalam status darurat sampah sesuai Peraturan Presiden Nomor 110.
“Status darurat sampah ini bukan untuk menakuti, tetapi untuk memastikan seluruh upaya penanganan dilakukan lebih serius,” kata dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya