Komitmen itu sejalan dengan semangat Taman Safari Indonesia yang selama lebih dari empat dekade berperan dalam pelestarian satwa, baik darat maupun laut. Salah satu keberhasilannya adalah program konservasi burung perkici dada merah (Trichoglossus forsteni mitchellii), spesies endemik Bali dan Lombok yang kini terancam punah.
Baca juga: Menteri LH Apresiasi Taman Safari Indonesia: Konservasi Alam Bukan Sekadar Komitmen, tetapi Tindakan
Pada September 2025, Taman Safari Bali meresmikan Lorikeet Breeding Center, pusat pembiakan dengan sepuluh sangkar khusus berisi pasangan burung jantan dan betina. Sejak Juli, sekitar 20 ekor telah dilepasliarkan dan berkembang biak di alam.
Program tersebut merupakan kolaborasi antara Taman Safari Bali, World Parrot Trust, dan Paradise Park Inggris. Lewat kolaborasi tersebut, 40 ekor burung dari Cornwall secara bertahap sejak 2023 sebagai bagian dari pemulihan warisan hayati Indonesia.
Direktur Utama Taman Safari Indonesia Aswin Sumampau menegaskan, keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa konservasi bukan hanya tanggung jawab ilmuwan. Konservasi juga bisa diwujudkan melalui lembaga yang memadukan edukasi, riset, dan wisata.
“Konservasi harus bisa dirasakan dan dipahami masyarakat. Melalui pendekatan edukatif seperti di Marine Safari Bali, kami ingin menanamkan nilai bahwa setiap orang bisa berperan dalam menjaga keseimbangan alam,” ucap Aswin.
Upaya Marine Safari Bali mencerminkan konsep konservasi modern yang menekankan keterhubungan antar-ekosistem. Di sini, pengunjung tidak sekadar melihat satwa, tetapi memahami perjalanan air dan kehidupan yang bergantung padanya.
Baca juga: Bayi Dugong Terlihat di Perairan Alor, Konservasi Berbasis Masyarakat Jadi Kunci
Hutan di hulu berperan menyaring air, danau menampungnya, sungai menyalurkannya, pesisir melindunginya, dan laut menjadi wadah terakhir yang menyerap serta sekaligus mengembalikan kehidupan. Semuanya terhubung dalam satu siklus yang saling bergantung.
Pengamat dan praktisi konservasi lingkungan hidup Hadi S Alikodra mengatakan, upaya yang dijalankan Marine Safari Bali dan Taman Safari Indonesia memiliki makna yang jauh melampaui batas wilayahnya.
Secara tidak langsung, mereka sedang berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin 14 dan 15.
Poin 14 menekankan arti penting menjaga dan memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan, sedangkan poin 15 berfokus pada perlindungan ekosistem daratan dan keanekaragaman hayati.
Baca juga: AIPI: Bukan Restorasi, Konservasi Mangrove Jadi Kunci Pangkas CO2
Hadi menegaskan, memahami keterkaitan antara ekosistem daratan dan lautan sangat penting bagi pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
“Kita tidak bisa bicara soal laut tanpa memahami sungai dan kita tidak bisa bicara tentang pesisir tanpa menjaga hulu. Semua saling berkaitan,” lanjut Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) itu saat ditemui Kompas.com di Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/10/2025)
Ia menilai, apa yang dilakukan Marine Safari Bali menjadi contoh nyata bahwa pendidikan bisa menjadi jembatan antara sains, kebijakan, dan kesadaran publik.
Seperti air yang terus mengalir tanpa henti, semangat konservasi pun harus terus dijaga agar mengalir dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada akhirnya, menjaga air berarti menjaga kehidupan itu sendiri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya