Lebih lanjut, meski sebagian besar orang berisiko mengalami lingkungan yang buruk, tidak semua orang merasakan dampak yang sama.
Mereka yang berpenghasilan rendah, terlantar dan tinggal di tanah adat, jauh lebih mungkin mengalami kualitas udara yang buruk, akses terbatas ke air bersih, dan suhu panas yang berlebihan dibandingkan populasi lainnya.
Baca juga: Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Sementara, mereka yang tinggal di daerah lebih makmur biasanya punya kondisi lingkungan terbaik dan lebih mungkin terhindar dari dampak buruk seiring berlanjutnya perubahan iklim.
Di tingkat internasional, beberapa titik rawan dampak lingkungan menonjol dalam studi ini misalnya saja Asia selatan. Wilayah tersebut menampung 41 persen dari seluruh penduduk yang hidup dengan kelima ancaman terhadap hak-hak lingkungan, meskipun hanya mencakup seperlima dari populasi dunia.
Studi juga menemukan sebagian besar kondisi lingkungan yang buruk di seluruh dunia diakibatkan oleh aktivitas negara kaya.
Emisi dari 27 negara di Uni Eropa telah meningkatkan kemungkinan terjadinya peristiwa cuaca ekstrem 1,8 kali lipat di Afrika Tenggara dan hutan hujan Amazon.
"Di mana pun kita tinggal, hak-hak kita secara inheren terkait dengan hak-hak orang di belahan dunia lain," kata Ormaza-Zulueta.
Namun Zia Mehrabi, seorang ilmuwan data di Departemen Studi Lingkungan dan pendiri Better Planet Lab mengungkapkan ada banyak solusi untuk masalah lingkungan yang dihadapi sekarang.
Menurutnya, dunia perlu kebijakan kuat untuk mengadopsi solusi energi bersih yang bertanggung jawab hingga rantai pasokan yang lebih berkeadilan dan adil.
Mehrabi merujuk pada undang-undang uji tuntas di negara-negara seperti Belanda, Prancis, dan Jerman, yang mewajibkan perusahaan domestik untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia di seluruh operasi global mereka. Ia mengatakan negara-negara lain perlu mengikuti langkah tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya