Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit

Kompas.com, 9 Desember 2025, 15:50 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) sedang merumuskan regulasi untuk melindungi area bernilai konservasi tinggi (ANKT), terutama dari ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Regulasi tersebut krusial untuk mencegah deforestasi akibat perluasan lahan sektor perkebunan, yang berpotensi mempercepat krisis iklim dan menaikkan risiko bencana ekologis.

Baca juga: 

Kaltara harus mengadopsi pendekatan yang telah terbukti berhasil dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Salah satu caranya dengan menjalankan praktik perkebunan yang mengikuti prinsip berkelanjutan.

“Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang terjadi di wilayah lain. Ekspansi perkebunan yang menyebabkan hilangnya hutan, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta mengurangi kualitas hidup masyarakat. Apalagi, Kalimantan Utara ini adalah paru-paru dunia," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan (Bappeda dan Litbang) Provinsi Kaltara, Bertius, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).

Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Utara

Tren perluasan lahan perkebunan sawit di Kalimantan Utara perlu dicegah agar tidak mengorbankan ANKT. Bencana di Sumatera bisa jadi pelajaran.BPDP Tren perluasan lahan perkebunan sawit di Kalimantan Utara perlu dicegah agar tidak mengorbankan ANKT. Bencana di Sumatera bisa jadi pelajaran.

Per September 2025, total luas area tanam kelapa sawit di Kaltara mencapai 579.220 hektar. Pertumbuhan pesat produksi kelapa sawit di Kaltara didorong izin usaha perkebunan dan perkebunan rakyat.

Bahkan, produksi kelapa sawit di Kabupaten Bulungan meningkat selama periode 2018-2024, dengan 25 perkebunan terdaftar yang area tanamnya seluas 74.366 hektar pada 2021. Dari total tersebut, sekitar 84 persen lahan dikuasai perusahaan, sisanya petani rakyat.

Tren perluasan lahan perkebunan sawit di Kaltara perlu dicegah agar tidak mengorbankan ANKT. Berdasarkan kajian Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Kaltara mempunyai tutupan hutan tertinggi di Pulau Kalimantan yaitu mencapai 5,49 juta hektar atau 78,48 persen dari luas wilayah administrasi.

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto mengatakan, ANKT merupakan kawasan penting secara biologis, ekologis, sosial, dan kultural. Meskipun kelapa sawit berperan strategis dalam pembangunan daerah, pengelolaannya tetap harus berkelanjutan.

Selain itu, tren global saat ini bergerak ke arah mensyaratkan produk berasal dari praktik pengelolaan perkebunan secara berkelanjutan. Di antaranya, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE), serta European Union Deforestation Regulation (EUDR).

"Perlu peran aktif provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan ini, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan pemerintah pusat,” tutur Herlina.

Sementara itu, Wakil Direktur Implementasi dan Informasi Konservasi Program Terestrial YKAN, Musnanda Satar mengingatkan bahwa tidak semua area non-hutan layak dialihkan menjadi perkebunan sawit demi alasan ekonomi.

“Konservasi bukan sekadar melindungi satwa atau hutan, tetapi menjaga lingkungan hidup demi keberlanjutan manusia dan alam,” ucapnya.

Ia berharap, langkah Pemprov dan DPRD Kaltara yang akan menerbitkan regulasi terkait perkebunan berkelanjutan mampu menekan deforestasi dan menjaga keseimbangan ekologi di Kaltara.

Baca juga:

Banjir Sumatera bisa jadi pelajaran

Tren perluasan lahan perkebunan sawit di Kalimantan Utara perlu dicegah agar tidak mengorbankan ANKT. Bencana di Sumatera bisa jadi pelajaran.Pandawa Borniat/kompas.com Tren perluasan lahan perkebunan sawit di Kalimantan Utara perlu dicegah agar tidak mengorbankan ANKT. Bencana di Sumatera bisa jadi pelajaran.

Berkaca dari banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kaltara, Supaad Hadianto mengatakan, ekspansi perkebunan sawit perlu dibatasi.

Ia menyatakan kesiapan mempercepat proses pembahasan Rencana Peraturan Daerah tentang Perkebunan Berkelanjutan di Kaltara.

“Kejadian di Sumatera memberi pelajaran, eksploitasi sejak lama yang berlebihan dampaknya terasa kemarin. Jangan sampai itu terjadi juga di Kaltara. Karena itu kita butuh regulasi untuk mengatur ini,” ujar Supaad.

Di sisi lain, Rektor Universitas Borneo Tarakan, Yahya Ahmad Zein, menggarisbawahi pentingnya integrasi aspek lingkungan dalam kebijakan perkebunan daerah dan pembaruan data ANKT.

“Mitigasi harus didukung regulasi sebelum bencana terjadi, bukan sebaliknya. Hal ini penting agar ada kejelasan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengelola kawasan yang bernilai konservasi tinggi,” tutur Yahya.

Baca juga: 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Bencana Sumatera, BRIN Soroti Mitigasi Lemah Saat Siklon Senyar Terjadi
Pemerintah
Nestapa Gajah Sumatera
Nestapa Gajah Sumatera
Pemerintah
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Kerusakan Lingkungan Capai Rp 83 Triliun per Jam, PBB Desak Transformasi Sistem Pangan dan Energi
Pemerintah
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Menyelamatkan Spesies Endemik, Strategi Konservasi Taman Safari Indonesia di Era Perubahan Iklim
Swasta
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
Impor Limbah Plastik Picu Kenaikan Sampah Pesisir, Simak Penelitiannya
LSM/Figur
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau