Kendaraan berbahan bakar fosil diketahui menghasilkan banyak polutan udara yang berdampak serius, terutama pada populasi berpenghasilan rendah dan terpinggirkan.
Dalam studi ini, peneliti menggunakan simulasi komputer untuk menghitung manfaat non-iklim dari adopsi kendaraan listrik.
Baca juga: Studi Sebut Pemilik Kendaraan Listrik Punya Jejak Karbon Lebih Besar
Mereka mensimulasikan produksi polutan udara yang umum dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti nitrogen oksida, sulfur oksida, dan partikel kecil yang dikenal sebagai PM2.5.
Peneliti juga mempertimbangkan berbagai tingkat transisi jaringan listrik ke sumber energi terbarukan dan rendah emisi, baik dalam kondisi saat ini, melambat, atau meningkat selama beberapa dekade mendatang.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa elektrifikasi agresif armada kendaraan, ditambah dengan peluncuran pembangkit listrik terbarukan yang ambisius, dapat menghasilkan manfaat kesehatan senilai antara USD 84 miliar hingga USD 188 miliar pada tahun 2050.
Bahkan, skenario dekarbonisasi yang kurang agresif pun diperkirakan tetap memberikan manfaat kesehatan yang mencapai puluhan miliar dollar.
"Simulasi kami menunjukkan bahwa manfaat kesehatan masyarakat kumulatif dari adopsi EV skala besar antara sekarang hingga tahun 2050 dapat mencapai ratusan miliar dollar," tulis peneliti dalam studinya.
Meskipun adopsi kendaraan listrik akan berdampak positif pada perubahan iklim, hal ini saja tidak cukup untuk memenuhi target Perjanjian Paris.
Peneliti merekomendasikan agar adopsi EV dilakukan bersamaan dengan strategi lain, seperti investasi dalam penggunaan transportasi umum.
Baca juga: Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Berpotensi Tingkatkan Bisnis Lokal
Meskipun kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi knalpot, mereka tetap dapat menyebabkan polusi udara jika pembangkit listrik yang menyuplai energi menggunakan bahan bakar fosil seperti gas alam atau batu bara.
Ini berpotensi memindahkan polusi udara dari jalan raya ke masyarakat yang tinggal di dekat pembangkit listrik.
Studi ini juga menimbulkan pertanyaan penting: Apakah lebih baik mendekarbonisasi sektor transportasi melalui adopsi kendaraan listrik, atau terlebih dahulu mendekarbonisasi sektor pembangkit listrik, yang merupakan sumber utama polusi terkait kendaraan listrik?
"Kita masih perlu mendekarbonisasi sistem pembangkit listrik dan kita sedang melakukannya, tetapi kita tidak boleh menunggu hingga proses itu selesai untuk menghadirkan lebih banyak kendaraan listrik di jalan. Kita harus memulai perjalanan menuju masa depan yang lebih sehat hari ini," papar peneliti.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya