KOMPAS.com - Emisi karbon dioksida mencatatkan rekor tertingginya pada 2022 sejak pencatatan dilakukan pada 1900.
Tingginya karbon dioksida tak lepas dari pulihnya sektor penerbangan setelah pandemi Covid-19 dan masih beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Setiap karbon dioksida yang lepas ke atmosfer dapat memperparah efek rumah kaca yang mempercepat pemanasan global.
Baca juga: Indonesia Berpotensi Raup Rp 8.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Ini Sebabnya
International Energy Agency (IEA) dalam laporan terbarunya mengatakan, emisi gas rumah kaca dari sektor energi tumbuh 0,9 persen atau mencapai 36,8 gigaton pada 2022.
Sementara itu, emisi karbon dioksida dari batubara tumbuh 1,6 persen tahun lalu.
Di satu sisi, tingginya emisi karbon dioksida tahun lali lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2 persen pada 2022.
IEA menyebutkan, kondisi tersebut mencerminkan kembalinya tren pertumbuhan global karena pemulihan ekonomi yang cepat dengan emisi yang tinggi sejak pandemi Covid-19.
Baca juga: Perdagangan Karbon ke Luar Negeri Tidak Tertutup, Aturan Sedang Digodok
"Tanpa energi bersih, pertumbuhan emisi CO2 akan menjadi hampir tiga kali lipat," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol dalam keterangan tertulis pada 2 Maret 2023.
Birol mengatakan, emisi karbon dioksida yang meningkat dari bahan bakar fosil akan menghambat upaya perlawanan perubahan iklim yang sedang dunia kerjakan.
Dia menambahkan, perusahaan bahan bakar fosil skala internasional dan nasional mencatatkan laba yang luar biasa dan mereka perlu bertanggung jawab, sejalan dengan janji mereka untuk mencapai tujuan melawan perubahan iklim.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.