JAKARTA, KOMPAS.com - Pesantren khusus anak-anak berkebutuhan khusus (tuna rungu) Abata meluncurkan teknologi assistif yang membantu para santrinya melakukan aktivitas harian bersama seperti belajar dan berkomunikasi.
Inovasi yang dinamakan "SmartDEAF" ini berbentuk jam tangan yang memiliki fitur-fitur penolong bagi penggunanya ketika menghadapi situasi sulit atau mendesak seperti tersasar hingga terancam keselamatannya.
Direktur Pesantren Abata Indonesia Mukhlisin Nuryanta menuturkan, inovasi merupakan kata kunci dari pendidikan di lingkungan pesantren sehingga ekosistem yang berada di dalamnya terus berkembang dan tidak stagnan.
Pesantren yang didirikan sejak 2017 dan berlokasi di Temanggung ini memiliki tim riset dan pengembangan yang khusus menciptakan temuan baru agar bisa memberikan nilai manfaat, minimal bagi santri-santrinya.
Baca juga: Mengenal Tujuan 4 SDGs: Pendidikan Berkualitas
Ide awal SmartDEAF berasal dari pengalaman Abata ketika ada santri yang kabur dari pesantren, sehingga merepotkan banyak pihak dalam upaya pencarian.
"Kekhawatiran kami adalah bagaimana jika santri tersebut mengalami pelecehan seksual karena mereka memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, khususnya komunikasi. Dari sinilah lahir ide untuk merancang teknologi assistif atau teknologi pendamping untuk mengatisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini,” ungkap Mukhlisin dalam rilis pers, Senin (15/5/2023).
Dia menjelaskan, terdapat tiga fitur utama yang ada dalam SmartDEAF. Pertama, tersedianya tombol darurat saat santri pergi atau tersesat atau terancam keselamatannya.
Mereka cukup menekan tombol darurat yang ada di layar, maka secara otomatis akan terkirim pesan untuk minta dijemput dan share location pada gawai guru-gurunya.
Fitur kedua adalah GPS tracking. Pengurus pesantren, atau pihak keluarga bisa langsung mengetahui keberadaan mereka dengan melakukan pengecekan.
Baca juga: Tingkatkan Fasilitas Pendidikan di Bantar Gebang, Mandiri Sekuritas Salurkan Donasi Rp 50 Juta
Lalu ada pula fitur pengingat aktivitas harian, sebagaimana alarm yang bergetar pada jam-jam tertentu yang secara visual menampilkan gambar dan aktifitas apa yang harus dilakukan para santri. Misalnya, sholat dhuha.
Produk SmartDEAF ini ke depannya juga akan ditawarkan kepada pihak-pihak lain, termasuk juga masyarakat umum yang membutuhkan alat bantu dalam mendamping anak-anak tuna rungu mereka.
“Ini adalah hasil inovasi Abata, dan kami berharap Abata juga bisa berkontribusi untuk masyarakat melalui teknologi ini," imbuh Mukhlisin.
Pesantren hafidz Qur’an Abata hingga kini memiliki 43 santri putri dan 6 santri putra berkebutuhan khusus. Pesantren yang berdiri sejak 2017 ini memang fokus pada anak-anak tuna rungu yang berasal dari daerah di Indonesia.
Fokus konten pembelajarannya lebih mengarah kepada akhlak, ibadah, penghafalan Al Qur’an (tahfidz), komunikasi lisan dan isyarat, pengembangan bakat dan minat, serta kewirausahaan.
Baru-baru ini Abata menggelar acara Wisuda Tahfidz yang juga menjadi pergelaran lelang karya santri-santri tuna rungu. Karya yang dijual adalah fotografi, lukisan kanvas, kerajinan tangan sulam berbentuk syal, dan lainnya.
Pesantren Abata membuka kesempatan untuk masyarakat Indonesia yang ingin berkontribusi terhadap pengembangan pesantren, mulai dari sarana fisik hingga kebutuhan harian para santri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya