JAKARTA, KOMPAS.com - Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan kegiatan lainnya.
Sebelum dibuang ke badan air, air limbah harus melalui pengolahan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan penyakit.
Dilansir dari laman Perusahaan Umum Daerah Pengolahan Air Limbah Jakarta (Perumda Paljaya), terdapat dua pendekatan pengolahan air limbah yang diterapkan di ibu kota Jakarta.
Pertama adalah yang umum digunakan yaitu pengolahan menggunakan sistem setempat, di mana warga menggunakan septic tank atau tangki septik sesuai standar dan dilengkapi dengan bidang resapan atau kolam sanita.
Baca juga: Tahun 2050, Jakarta Tak Lagi Gunakan Septic Tank Tampung Limbah
Selain itu juga dilakukan penyedotan lumpur tinja dari tangki septik secara berkala atau minimal tiga tahun sekali untuk memastikan air yang dikembalikan ke lingkungan sudah aman dan tidak mencemari air tanah atau air permukaan.
Untuk sistem setempat, terdapat tangki septik BIOPAL yang umum digunakan, penyedotan lumpur tinja dan pengolahannya di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Saat ini, Jakarta memiliki dua IPLT yang berlokasi di Pulogebang dan Duri Kosambi dengan kapasitas total 1.800 meter kubik per hari.
Selain itu, terdapat juga Program Revitalisasi Tangki Septik agar area-area yang belum dijangkau jaringan perpipaan air limbah masyarakat bisa menggunakan tangki septik yang aman.
Kedua, menggunakan sistem pengolahan terpusat di mana air limbah yang dihasilkan langsung dialirkan melalui jaringan perpipaan air limbah dan diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Ada dua fasilitas yang saat ini beroperasi, yakni IPAL Setiabudi dan IPAL Krukut yang melayani zona 0 atau salah 1 zona dari 15 zona pengelolaan air limbah di Jakarta dengan kapasitas 30.000 meter kubik per hari.
Kedua IPAL tersebut melayani sekitar 2.699.205 People Equivalent (PE) dan akan terus bertambah seiring perluasan jaringan perpipaan.
Sehingga, jika tempat tinggal sudah dilalui jaringan perpipaan air limbah, penghuni dapat menyambungkan dan membuang air limbah ke jaringan perpipaan tersebut untuk dialirkan ke IPAL tanpa perlu menggunakan tangki septik.
Berdasarkan Master Plan Tahun 2012, diproyeksikan mayoritas wilayah di Jakarta akan menggunakan sistem terpusat dengan jaringan perpipaan air limbah pada tahun 2050.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya