KOMPAS.com – Toilet dan sanitasi yang layak adalah salah satu fasilitas penting yang dibutuhkan manusia untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungan.
Saking pentingnya, toilet dan sanitasi yang layak menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam agenda internasional Sustainable Development Goals (SDGs).
Toilet dan sanitasi layak juga merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang diakui oleh PBB sebagai hal yang fundamental dan melekat pada setiap manusia.
Berbagai program sudah digalakkan baik di level internasional maupun nasional untuk menyediakan toilet dan sanitasi yang layak bagi mereka yang belum memilikinya.
Lantas, apakah toilet dan sanitasi baru menjadi perhatian di era modern ini? Sejarah mencatat, rupanya kebutuhan akan toilet dan sanitasi yang layak sudah ada sejak puluhan ribu tahun lalu.
Dilansir dari DW, orang-orang zaman dahulu sudah menyadari bahwa feses atau kotoran manusia harus dibuang dengan benar.
Baca juga: Sanitasi Layak: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya
Toilet paling awal yang diketahui berasal dari sekitar 5.000 tahun lalu dan ditemukan di Mesopotamia kuno. Kawasan Mesopotamia kuno pada era modern saat ini membentang di Irak, Iran, Kuwait, Suriah, dan Turkiye.
Orang-orang Sumeria di Mesopotamia kuno membuat toilet tertua yang diketahui antara tahun 3.500 hingga 3.000 Sebelum Masehi (SM).
Toilet kuno tersebut sangat sederhana yaitu berupa beberapa lubang yang dilapisi tabung keramik.
Di dalam lubang itu, kotoran manusia tidak langsung bercampur dengan tanah, namun tetap memungkinkannya merembes keluar perlahan melalui lubang kecil.
Di kawasan yang sama, berabad-abad kemudian, muncullah kota besar Babilonia yang membangun toilet dari dua dinding kecil dengan celah di tengahnya. Sudah ada sistem air pembilasan dalam desain ini.
Dalam desain toilet tersebut, kotoran manusia masuk lubang dan mengalir bersama air buangan yang dipakai untuk mandi.
Baca juga: Mengenal Tujuan 6 SDGs: Air Bersih dan Sanitasi Layak
Toilet kuno pada peradaban tersebut adalah toilet publik. Ketika zaman sudah berganti dan di kawasan yang berbeda pula, yaitu era Yunani dan Romawi kuno, desain toilet semakin berkembang.
Dalam desain toilet publik era Yunani dan Romawi kuno, ada beberapa deret semacam kursi dengan lubang di tengahnya.
Dilansir dari Live Science, proses dalam desain tersebut adalah kotoran masuk ke dalam pot keramik yang berisi air. Bila sudah, kotoran dalam pot dialirkan ke selokan yang terpusat dengan air yang bergerak lambat.
Desain tersebut dianggap sebagai temuan yang berkembang pada masanya. Di masa ini, toilet pribadi juga muncul. Mereka yang memiliki fasilitas ini biasanya adalah orang-orang kaya.
Baca juga: Capaian Sanitasi Layak di Indonesia, Yogyakarta Paling Atas, Papua Paling Buncit
Ketika Kekaisaran Romawi runtuh dan Eropa memasuki Abad Pertengahan, terjadi kemunduran. Praktik buang air besar sembarangan adalah hal yang lumrah, bahkan di jalanan.
Toilet pribadi dan umum adalah fasilitas langka di Abad Pertengahan. Penghuni kastil bahkan menggunakan ceruk-ceruk di dinding kastil sebagai toilet, sebuah metode yang sangat tidak higienis.
Kotoran dan urin yang dibuang begitu dan membawa berbagai macam wabah penyakit seperti kolera dan tipus.
Para bangsawan Perancis di istana Raja Louis XIV juga tidak terlalu mementingkan privasi dan kebersihan. Kala itu, ada 2.000 kamar di Kastil Versailles tetapi toiletnya hanya ada satu.
Baca juga: Jutaan Rumah Tangga di Indonesia Masih BAB Sembarangan
Pada 1596, seorang punggawa Kerajaan Inggris bernama Sir John Harington merancang toilet siram pertama. Akan tetapi, desain tersebut tidak disambut dengan baik.
Baru 200 tahun kemudian, penemu asal Inggris Alexander Cummings mengajukan paten toilet siram dengan saluran pembuangan berbentuk S dan sistem katup yang lebih canggih, mirip dengan desain toilet saat ini.
Pada akhir abad ke-19, produksi toilet pembilas melonjak. Permintaan toilet pembilas bermunculan di seluruh kota besar Eropa.
Demam temuan melonjak pada era ini, tak terkecuali dalam toilet. Seorang pria bernama Thomas Crapper antara 1881 hingga 1896 mematenkan sembilan paten pipa ledeng.
Singkat cerita, kebutuhan akan toilet dan sanitasi yang layak perlahan menyebar ke berbagai penjuru dunia dan menjadi salah satu fasilitas penting bagi manusia.
Baca juga: Layanan Mudik 2023, Sarana Air Bersih dan Sanitasi Tersedia di 46 Titik Seluruh Indonesia
Meski diakui PBB sebagai salah satu HAM, masih banyak orang yang belum mendapatkan akses ke sanitasi layak dan toilet.
Di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan, tidak meratanya toilet dan sanitasi yang layak menjadi perhatian serius.
Ketika toilet dan sanitasi layak tidak tersedia, penyakit dapat menyebar dengan cepat.
Hampir setengah juta anak balita diperkirakan meninggal setiap tahun akibat diare akibat sanitasi yang buruk, sebagaimana dilansir DW.
Toilet dan sanitasi layan berperan penting untuk menjaga kesehatan masyarakat. Semakin layak sanitasinya, semakin sedikit pula potensi munculnya penyakit di sebuah daerah berpopulasi
WHO telah memaparkan sejumlah manfaat dari toilet dan sanitasi yang layak. Berikut manfaatnya.
Baca juga: Tantangan Segudang Wujudkan 100 Persen Akses Air Minum dan Sanitasi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya