Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 9 Juni 2023, 09:37 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Sumber Euronews

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahukah Anda, berapa jumlah telepon seluler (ponsel) saat ini? Melebihi jumlah manusia di Planet Bumi, atau dua banding satu.

Bahkan, pada tahun 2025 nanti, jumlah ponsel bakal menunjukkan angka lebih fantastis, yakni 18 miliar unit! 

Kendati memudahkan dan merupakan "pusat kehidupan" manusia, namun ponsel merupakan salah satu yang berkontribusi besar dalam timbulan limbah elektronik.

Hal ini karena waktu penggunaan ponsel hanya sekitar dua hingga tiga tahun. Setelah itu, buang. Kalaupun ada yang didaur ulang, hanya 20 persen dari total penjualan 1,5 miliar unit per tahun.

Selain masa pakai singkat, ponsel dalam proses produksinya juga memiliki sisi gelap yang kerap kali dituding sebagai pencemar lingkungan.

Baca juga: Waspada, 7 dari 10 Sumber Air Rumah Tangga Tercemar Limbah

Menurut studi Fairphone, sekitar 60 mineral dan logam berbeda membentuk berbagai komponen menjadi ponsel. Emas, misalnya, ada di lebih dari 20 komponen berbeda pada gawai kita.

Untuk diketahui Fairphone adalah produsen elektronik Belanda sekaligus perusahaan sosial yang mendesain dan memproduksi ponsel pintar dengan tujuan memiliki jejak lingkungan yang lebih rendah dan dampak sosial yang lebih baik.

Direktur Inovasi Dampak Fairphone Monique Lempers menjelaskan, ada dua “kebenaran yang sangat kelam” pada industri ponsel, terutama ponsel pintar atau smartphone.

Salah satunya adalah melupakan jutaan orang yang mengekstraksi unsur-unsur mineral dan logam ini, seringkali dalam kondisi yang sangat berbahaya.

“Oleh karena itu, kita perlu mengambil tanggung jawab sebagai sebuah industri,” kata Lempers seperti dikutip dari Euronews, Jumat (9/6/2023).

Baca juga: Bagaimana Proses Pengolahan Air Limbah di Jakarta? Ini Caranya

Inilah mengapa, lanjut Lempers, Fairphone didirikan untuk membuka dan mengungkap kebenaran kelam di balik rantai pasokan dan kemudian memberikan solusi dan menunjukkan bahwa industri ponsel pintar dapat melakukannya secara berbeda.

Perusahaan mengidentifikasi 14 'bahan fokus' yang ingin diperoleh dalam bentuk daur ulang, atau bersumber dari tambang yang adil.

Lempers mengungkapkan, sebagian besar produksi ponsel pintar dilakukan di China, yang juga merupakan tempat sebagian besar komponen ponsel dibuat.

Sekali lagi, Fairphone berpikir itu dapat memiliki "dampak positif" di negara tersebut, menggunakan daya belinya untuk meningkatkan kondisi pekerja di jalur perakitan.

Mengatasi limbah elektronik

Kebenaran kelam lainnya adalah limbah elektronik. Ini merupakan aliran limbah yang tumbuh paling cepat di seluruh dunia.

Kenapa demikian? Karena kita terbiasa mengganti ponsel pintar sebelum menggunakannya secara optimal.

Apalagi e-waste tidak diproses dengan baik. Dari 20 persen yang dikumpulkan, Fairphone hanya dapat mengekstrak antara 30 persen hingga 50 persen mineral dan sisanya dibakar atau dikirim ke tempat pembuangan sampah.

Baca juga: Pemerintah Didesak Respons Rencana Australia Buang Limbah Radioaktif di Laut Dekat Indonesia

Fairphone mencoba menginspirasi industri untuk berbuat lebih baik. Model terbarunya, Fairphone 4, adalah 'limbah elektronik netral'.

Ini berarti bahwa untuk setiap ponsel yang dijual, ponsel lain yang habis masa pakainya atau limbah elektronik yang setara digunakan kembali atau didaur ulang melalui usahanya.

Selain itu, Perusahaan juga menawarkan industri ponsel pintar melingkar alias smartphone circular industry.

Lempers mengeklaim memiliki program pengembalian suku cadang telepon lama yang saat ini hanya tersedia di Jerman dan Perancis, tetapi akan segera diperluas di negara lain.

Pihaknya juga akan terus merintis berbagai kemungkinan, menguji coba layanan baru di mana konsumen dapat menyewa secara bulanan, alih-alih membeli Fairphone.

Pendekatan yang disebut 'Fairphone Easy' ini memberi insentif kepada konsumen untuk menggenggam ponsel pintar lebih lama, dengan mengurangi biaya pembelian dari waktu ke waktu.

Baca juga: Tip Menyulap Limbah Organik Rumah Tangga Menjadi Pupuk Kompos

Pada tahun 2022, Fairphone memperkirakan dapat menghindari 999 ton karbon dioksida (CO2), sebagian besar karena masa pakai ponselnya yang diperpanjang.

Itulah emisi yang dihasilkan 650 rumah tangga Belanda dalam setahun melalui konsumsi listrik. Atau lebih dari 500 ton batu bara terbakar.

"Dengan menjadikan perusahaan sebagai pemilik ponsel, itu juga memberi penghargaan kepada lingkungan karena memperpanjang masa pakai ponsel dengan suku cadang yang berkelanjutan. Inilah yang dinamakan model binis melingkar yang ideal," tuntas Lempers.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau