Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Juni 2023, 19:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ibu kota Perancis, Paris, memberlakukan 'Plan Local d'Urbanisme' (PLU), yang membatasi ketinggian bangunan baru hingga 12 lantai atau 37 meter.

Meskipun menjadi rumah bagi salah satu gedung tinggi paling ikonik di dunia, Menara Eiffel, Paris telah lama berjuang untuk tetap menjadi kota bertingkat rendah.

PLU diadopsi mulai Juni ini, yang menurut para pendukungnya akan mempromosikan konstruksi lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Bangunan Gedung Bakal Diwajibkan Terapkan Manajemen Energi, Begini Aturannya

Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan keinginan sejumlah pengembang yang mati-matian ingin menyulap Paris terlihat lebih mirip kompatriotnya, London, Inggris, yang cakrawalanya lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, keinginan para pemilik modal itu harus diurungkan, mengingat banyak warga Paris menolak permintaan tersebut.

Distrik bisnis paling tersohor La Défense, contohnya, yang membangga-banggakan sejumlah gedung pencakar langitnya yang lebih menjulang ketimbang apartemen di sekitarnya.

Kota Paris di Perancis dianggap sebagai salah satu kota dengan lanskap paling menarik karena keteraturannya. Shutterstock Kota Paris di Perancis dianggap sebagai salah satu kota dengan lanskap paling menarik karena keteraturannya.
La Défense memang berdiri di pusat kota, zona bebas bangunan tinggi. Jika central business district (CBD) ini menempati area di bagian lain kota tentu akan berbeda cerita.

Beberapa bagian kota memberlakukan batas ketinggian untuk bangunan baru setinggi 37 meter pada tahun 1977 pasca-konstruksi Menara Montparnasse dengan struktur menjulang 209 meter yang dianggap kontroversial.

Bangunan monolitik itu telah lama dikritik oleh warga Paris karena terlihat tidak pada tempatnya, dan bisa dibilang sebagai noda pada lanskap Paris yang ikonik.

Baca juga: Hanya 60 Gedung di Indonesia yang Bersertifikat Greenship

Nah, aturan batas ketinggian yang terbit tahun 1977 itu tetap berlaku hingga 2010, sebelum dianulir oleh mantan Wali Kota Bertrand Delanoë yang mendukung batas ketinggian 180 meter untuk menara perkantoran dan 50 meter untuk blok residensial.

Paris sekarang secara efektif kembali ke tahun 1977, melarang gedung pencakar langit berdiri sebagai bagian dari tujuan Wali Kota Anne Hidalgo untuk mengurangi emisi karbon Paris, atau dikenal sebagai Rencana Perkotaan Bioklimatik Lokal.

Dari puncak The Gherkin, duo ikonik lainnya dapat terlihat dengan jelas, yakni The Walkie Talkie, dan The Shard.Hilda B Alexander/Kompas.com Dari puncak The Gherkin, duo ikonik lainnya dapat terlihat dengan jelas, yakni The Walkie Talkie, dan The Shard.
Alasan lain di balik keputusan tersebut, seperti dilansir dari euronews Rabu (14/6/2023), adalah konstruksi kontroversial menara Tour Triangle yang dirancang oleh studio Swiss Herzog & de Meuron.

Memulai pekerjaan pembangunan pada tahun 2021, menara berbentuk piramida ini dijadwalkan selesai pada tahun 2026.

Baca juga: Seperti Apa Rumah Ramah Lingkungan?

Namun, belum lagi tuntas, proyek ini telah dirundung reaksi keras dan terpaksa tertunda oleh 12 tahun yang mengejutkan karena berbagai pertempuran hukum dan perencanaan.

Pada penyelesaiannya, Tour Triangle akan menjadi bangunan tertinggi ketiga di kota ini, yang mencakup hotel,  kantor, serta toko, dan restoran.

Bangunan itu berbentuk trapesium, bakal menyerupai Menara Louvre di pusat kota Paris, tetapi masa bangunan akan sangat mencolok mata jika dilihat dari timur dan barat kota.

Mahkota atau spire The Shard dirancang serba terbuka.Hilda B Alexander/Kompas.com Mahkota atau spire The Shard dirancang serba terbuka.
Hidalgo menjelaskan keputusan "kabinet"-nya dengan mengatakan larangan tersebut merupakan bagian dari rencana bioklimatik yang akan memastikan Paris tetap menarik dan menyenangkan pada tahun-tahun mendatang meskipun suhunya meningkat.

Perubahan tersebut dilaporkan sangat didukung oleh anggota Dewan Hijau Émile Meunier, yang menentang upaya beberapa otoritas Paris untuk bersaing dengan Kota London.

Para kritikus mengatakan ibu kota Inggris secara keliru mengizinkan pembangunan gedung pencakar langit selama satu dekade terakhir, termasuk The Shard yang sekarang menjadi ikon, yang dibuka pada 2013 dan berdiri di ketinggian 310 meter dan Gedung Leadenhall setinggi 224 meter, yang selesai pada 2014.

Larangan PLU mengikuti tren global yang berkembang dalam pembatasan ketinggian bangunan. Di China, misalnya, pemerintah baru-baru ini membatasi ketinggian gedung pencakar langit hingga 500 meter, dengan bangunan lebih dari 250 meter 'dibatasi dengan ketat'.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
LSM/Figur
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Advertorial
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
LSM/Figur
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Pemerintah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
LSM/Figur
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Pemerintah
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
LSM/Figur
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
LSM/Figur
Ada 'Penumpang Gelap' di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
Ada "Penumpang Gelap" di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
LSM/Figur
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
Pemerintah
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau