Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Gembira Warga Banjarnegara-Karanganyar Usai Beralih ke Gas Rawa

Kompas.com, 6 Juli 2023, 17:00 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Dikelola profesional

Sejatinya, keberadaan sumber gas rawa dangkal di Desa Bantar sudah diketahui warga sejak 50 tahun lalu. Tetapi, sumber energi alternatif tersebut baru dimanfaatkan untuk menyubstitusi elpiji mulai 2020.

Pada tahun itu, mulanya Pemprov Jateng melalui Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) membangunkan instalasi pemanfaatan gas rawa dengan menyasar 25 KK.

Setahun kemudian, Pemprov memberikan bantuan tambahan berupa pembangunan instalasi untuk 75 KK.

Sejak itu, penerima manfaat gas rawa di Bantar jadi bertambah 100 KK. Dinas ESDM Jateng menyediakan anggaran untuk pemberdayaan gas rawa dangkal senilai total Rp 273 juta.

Baca juga: Wujudkan Pilar ke-7 SDGs, LSPR dan Panasonic Pasang Panel Surya

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Desa Bantar Eko Purwanto membenarkan, instalasi gas rawa di desanya sudah tak beroperasi lagi sejak 2021, tepatnya pada Desember.

Alasannya, Pemdes punya inisiatif menyiapkan tiga unit separator tambahan pada tahun lalu dengan menggunakan dana desa.

Separator dapat dipahami sebagai alat berupa tabung bertekanan yang berfungsi memisahkan air dengan gas.

Gas rawa yang sudah terpisah dengan air di dalam separator inilah yang kemudian didorong dengan kompresor ke rumah-rumah warga untuk jadi sumber energi.

Eko menjelaskan, tujuan Pemdes menambah tabung separator adalah untuk lebih menjaga kestabilan pasokan dan pembagian gas yang merata kepada para pengguna.

“Kemarin itu kan ada yang besar, ada yang kecil (aliran gas rawa ke rumah). Jadi, untuk mencegah konflik lebih jauh di lapangan, kami putuskan diupayakan dulu perbaikan,” kata Eko saat ditemui di rumahnya.

Baca juga: Bagaimana Jika Seluruh Gurun Sahara Dipasangi Panel Surya?

Dia menerangkan, pekerjaan penyediaan unit separator baru sebagai booster memang sudah rampung sejak tahun lalu. Tetapi, instalasi gas rawa tetap saja tak bisa dioperasikan seketika itu juga karena masih butuh penyesuaian lanjutan.

Penyesuaian yang dimaksud Eko adalah pembaruan instalasi penyaluran gas rawa dari separator ke rumah-rumah warga. Nah, dia menyebut, pekerjaan penyesuauaan ini belum bisa dilaksanakan sampai sekarang karena terkendala ketersediaan tenaga ahli.

“Sejauh ini, hanya ada satu teknisi yang kami tahu bisa melakukan pekerjaan itu. Dia memang tangan kanan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi untuk mengembangkan instalasi gas rawa. Karena dia sedang punya kerja di tempat lain, kami sekarang hanya bisa menunggu,” jelas Eko.

Eko mengaku telah beberapa kali mencoba berkoordinasi dengan tenaga ahli tersebut untuk memastikan kapan bisa membantu memperbaharui instalasi gas rawa di Bantar. Eko telah menargetkan instalasi itu bisa kembali beroperasi pada tahun depan.

Dia memastikan Pemdes juga menginginkan gas rawa bisa segera mengalir lagi ke rumah-rumah warga karena itu sangat membantu sekali perekomian mereka.

Jika dihitung sekilas, warga Bantar mampu berhemat hingga Rp 52,8 juta per tahun ketika menggunakan gas rawa. Angka itu adalah hasil perkalian 100, 12, dan Rp 44.000.

Baca juga: Tak Cuma Musik, K-Popers Juga Peduli Energi Bersih

Angka 100 merujuk pada jumlah warga pengguna gas rawa. Sementara, Rp 44.000 adalah hasil pengurangan dari harga tiga gas elpiji yang tak perlu dibeli lagi oleh warga tiap bulan (Rp 66.000) dengan besaran iuran operasional gas rawa per bulan (Rp 20.000). Sedangkan, 12 adalah jumlah bulan dalam setahun.

“Kami (Pemdes) pada dasarnya sangat mendukung pemanfaatan gas rawa ini sebagai sumber energi alternatif baru oleh masyarakat sekaligus untuk mewujudkan kemandirian energi desa di Jateng,” tutur dia.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas rawa sebagai EBT di Bantar, Pemdes juga telah berencana memperbaiki sistem pengelolaannya.

Ke depan, lanjut Eko, pengelolaan instalasi gas rawa bakal diserahkan dari kelompok masyarakat (pokmas) penerima hibah kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“Arahnya nanti gas rawa bisa dikelola dengan lebih profesional. SDM kami tata lagi. Semuanya kemudian ditentukan dengan jelas, seperti berapa iurannya, kapan terakhir bayar, jam operasional, sistem pelaporan keruskan, atau siapa teknisi lokalnya. Harapannya, dengan begitu, pemanfaatan gas rawa bisa berkelanjutan. Mudah-mudahan ini dapat kami wujudkan mulai 2025,” papar Eko.

Baca juga: Energi Terbarukan Dianggap Gagal Menggeser Dominasi Bahan Bakar Fosil

Dia menyampaikan, bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan ada kian banyak warga yang bisa menerima aliran gas rawa setelah instalasi dikelola dengan lebih baik. Bagaimanapun saat ini baru 10 persen KK di Bantar yang teraliri gas rawa.

Lagi pula, Desa Bantar masih memiliki empat titik sumber gas rawa dangkal lain yang bisa dipakai sebagai cadangan maupun untuk memperluas cakupan penerima manfaat.

“Melalui pengelolaan yang baik, instalasi gas rawa ini diharapkan akan terus berkembang. Termasuk, kami punya cita-cita akan dipasang panel surya di sana. Ini kan nanti manfaatnya akan kembali ke warga. Iuran jadi bisa ditekan lagi. Sebab, pengeluaran untuk pembelian pulsa listrik PLN oleh pengelola akan berkurang,” jelas dia.

Cerita serupa warga di Karanganyar

Warga RT 007/RW 001 Dusun Duglig, Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng), Makhuri (70) saat menunjukkan keberadaan kompor khusus yang memanfaatkan gas rawa sebagai bahan bakarnya, Kamis (22/6/2023). Dia mengaku sangat terbantu dengan keberadaan instalasi gas rawa karena bisa menekan pengeluaran untuk pembelian elpiji.Kompas.com/IRAWAN SAPTO ADHI Warga RT 007/RW 001 Dusun Duglig, Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng), Makhuri (70) saat menunjukkan keberadaan kompor khusus yang memanfaatkan gas rawa sebagai bahan bakarnya, Kamis (22/6/2023). Dia mengaku sangat terbantu dengan keberadaan instalasi gas rawa karena bisa menekan pengeluaran untuk pembelian elpiji.
Tak jauh berbeda dengan warga Desa Bantar di Banjarnegara, warga Desa Krendowahono di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, juga mengaku sangat terbantu dengan keberadaaan instalasi gas rawa di wilayah mereka.

Salah satunya diungkapkan oleh Sulistyanto (42). Dia mengatakan, dengan adanya gas rawa ini, rata-rata warga di Kampung Dukuh, Desa Krendowahono jadi bisa berhemat.

Sebab, warga tak perlu lagi membeli elpiji sebanyak dulu untuk mencukupi kebutuhan energi sehari-hari. Dia menyaksikan, beberapa warga bahkan ada yang sama sekali lepas dari elpiji.

Sementara, untuk bisa memanfaatkan gas rawa, masing-masing rumah hanya dikenai iuran Rp 20.000 per bulan.

Baca juga: Akselerasi Transisi Energi dengan Interkoneksi Jaringan dan Teknologi Penyimpanan

“Sebelum ada gas rawa, saya sendiri bisa pakai gas melon 3-4 tabung per bulan. Sedangkan setahun ini, saya paling cuma butuh beli 1 tabung elpiji untuk jadi cadangan,” ungkap dia.

Sulistyanto merasa tetap perlu membeli gas elpiji karena gas rawa tidak dialirkan ke rumahnya selama 24 jam penuh. Dia menyadari hal itu karena mesin-mesin di instalasi gas rawa jelas butuh juga “istirahat” agar tidak mudah rusak.

Gas elpiji baru akan digunakan Sulistyanto atau keluarganya jika ada kebutuhan memasak di luar jam operasional gas rawa pada malam hari. Gas melon terkadang juga diperlukan ketika mereka perlu memasak lebih banyak dan cepat.

Sama seperti di Desa Bantar, Banjarnegara, instalasi gas rawa di Desa Krendowahono disediakan juga oleh Dinas ESDM dengan alokasi dana sekitar Rp 200 juta. Bedanya, penyediaan instalasi di Krendowahono baru dilakukan pada tahun lalu.

Kades Krendowahono, Arief Hidayat, menyampaikan terdapat 30 rumah di desanya yang telah menikmati jaringan pipa gas rawa.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau