KOMPAS.com – Beberapa waktu terakhir, sejumlah wilayah di Indonesia diguyur hujan deras meski sedang musim kemarau.
Guyuran hujan deras di beberapa wilayah bahkan memicu bencana, seperti banjir bandang dan tanah longsor.
Awal Juli, di kaki Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, terjadi banjir lahar dan longsor hingga menewaskan setidaknya tiga orang.
Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, Selasa (11/7/2023), setidaknya satu orang di Bali meninggal akibat longsor di tengah cuaca ekstrem yang melanda “Pulau Dewata”.
Derasnya guyuran hujan tak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara di seluruh dunia juga mengalami hal serupa.
Baca juga: Ada 5 Juta Santri se-Indonesia, Pesantren Punya Peran Strategis Mitigasi Perubahan Iklim
Di Jepang, banjir dan tanah longsor yang dipicu hujan lebat terjadi di wilayah barat daya negara itu.
Delapan sungai meluap dan lusinan lereng bukit yang dipenuhi hujan runtuh menjadi tanah longsor.
Setidaknya tiga orang tewas dan beberapa lainnya hilang. Ratusan ribu orang juga diminta untuk mengungsi setelah muncul peringatan hujan lebat lanjutan.
Sementara itu, New Delhi, India, mencatat hari terbasah di bulan Juli dalam 40 tahun terakhir karena tingginya curah hujan di sana hingga memicu banjir dan tanah longsor.
Bencana banjir dan tanah longsor tersebut menewaskan sedikitnya 22 orang.
Indian Meteorological Department (IMD) mengeluarkan peringatan merah alias tingkat peringatan tertinggi di empat negara bagian wilayah utara yaitu Himachal Pradesh, Uttarakhand, Punjab dan Haryana.
IMD menyebutkan, curah hujan 153 milimeter turun pada Minggu (9/7/2023) di New Delhi. Ini curah hujan terbanyak yang pernah terjadi di kota itu selama Juli sejak 1982.
Baca juga: Dampak Jangka Panjang Perubahan Iklim Berdasarkan Benua
Lebatnya hujan yang terjadi dan cuaca ekstrem tak lepas dari pengaruh perubahan iklim yang semakin parah, sebagaimana dilansir Euronews, Senin (10/7/2023).
Menurut World Weather Attribution (WWA), curah hujan menjadi lebih sering dan intens di sebagian besar dunia sejak 1950-an.
Berdasarkan data yang diamati selama 70 tahun, WWA menyimpulkan bahwa perubahan iklim akibat aktivitas manusia memang menyebabkan tingginya curah hujan di dunia.
Setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius, peluang terjadinya curah hujan ekstrem 2.000 meter di atas permukaan laut meningkat sebesar 15 persen.
Tingginya curah hujan tersebut bisa menjadi bencana besar bagi masyarakat dan ekosistem di daerah pegunungan.
Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Di sisi lain, selama tiga hari dalam sepekan pada awal Juli 2023, Bumi mengalami hari terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan dilakukan.
Untuk diketahui, Bumi sebelumnya mencatatakan rekor terpanasnya pada Agustus 2016. Kala itu, suhu rata-rata di seluruh dunia adalah 16,92 derajat celsius.
Akan tetapi pada Senin 3 Juli 2023, rekor hari terpanas terpecahkan di mana suhu rata-rata Bumi mencapai 17,01 derajat celcius.
Rekor hari terpanas kembali terpecahkan pada Selasa 4 Juli 2023 dengan suhu rata-rata Bumi mencapai 17,18 derajat celcius.
Dan pada Kamis 6 Juli 2023, rekor hari terpanas sepanjang sejarah kembali pecah setelah suhu rata-rata Bumi tercatat 17,23 derajat celsius.
Beberapa hari sebelumnya, gelombang panas hebat dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah AS dan China, sebagaimana dilansir Reuters.
Baca juga: Wakil Rakyat Didesak Berperan Aktif Antisipasi Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya