Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 1998, Ilmuwan Ini Memperingatkan Pemanasan Global Sudah Dimulai

Kompas.com - 21/07/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - 35 tahun lalu, pada 23 Juni 1988, seorang ilmuwan bernama James Hansen menyampaikan testimoninya di depan anggota Senat AS. Kalau itu, dia memperingatkan bahwa pemanasan global telah dimulai.

Dilansir dari The New York Post, beberapa tahun sebelum Hansen berpidato di depan Kongres AS, rata-rata suhu di dunia telah naik. Para ilmuwan kala itu sangat berhati-hati untuk mengaitkan peningkatan rata-rata suhu bumi dengan pemanasan global.

Akan tetapi, Hansen mendobrak itu semua. Di depan anggota Kongres AS, dia menyatakan 99 persen yakin bahwa tren meningkatnya suhu bumi disebabkan oleh pemanasan global karena efek gas rumah kaca.

Baca juga: Pemanasan Global dan El Nino Buat Bumi Makin Panas

Efek gas rumah kaca tercipta karena lepasnya banyak emisi ke atmosfer dan memerangkap lebih banyak panas matahari di Bumi.

Hansen yang merupakan pakar perubahan iklim dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) menyatakan bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup menunjukkan kalau pemanasan global sudah terjadi.

"Sudah waktunya untuk berhenti bertele-tele dan mengatakan bahwa bukti yang cukup kuat bahwa efek rumah kaca ada di sini," kata Hansen dikutip dari The New York Post.

Hansen dan timnya mencatat suhu dari pembacaan di stasiun pemantauan di seluruh dunia. Dia juga melaporkan bahwa terjadi empat tahun terpanas pada tahun 1980-an.

Sejak saat itu, Hansen kerap ikut serta dalam aksi protes bersama para aktivis iklim dalam mengkritik kurangnya aksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, penyebab utama pemanasan global.

Baca juga: Perbedaan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Terkutuk

Dan kini, pada 2023, dunia benar-benar menghadapi ancaman perubahan iklim yang samking besar.

Kepada The Guardian, Hansen mengatakan bahwa dunia telah menghangat sekitar 1,2 derajat celsius sejak Revolusi Industri.

Kenaikan suhu tersebut berpeluang 20 persen lebih besar untuk mengalami suhu musim panas ekstrem yang saat ini terlihat di banyak bagian belahan bumi utara.

"Masih banyak lagi yang akan terjadi, kecuali kita mengurangi jumlah gas rumah kaca,” kata Hansen, sebagaimana dilansir The Guardian, Rabu (19/7/2023).

Dia mengatakan, gelombang panas yang mengguncang AS, Eropa, China, dan beberapa tempat lain dalam beberapa pekan terakhir membuat para ilmuwan semakin kecewa.

"Rasa kecewa karena kami para ilmuwan tidak berkomunikasi dengan lebih jelas dan bahwa kami tidak memilih pemimpin yang mampu memberikan tanggapan yang lebih cerdas," ujar Hansen.

"Itu berarti kita benar-benar terkutuk. Kita baru merasakannya untuk bisa mempercayainya," kata Hansen tentang respons manusia yang kurang kuat dalam mengatasi krisis iklim.

Baca juga: Darat dan Lautan Catatkan Rekor Terhangat, Upaya Perlawanan Pemanasan Global Dipertanyakan

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Pemerintah
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Pemerintah
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
LSM/Figur
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Swasta
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
LSM/Figur
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
Swasta
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
Swasta
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Swasta
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
Swasta
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
Pemerintah
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Pemerintah
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
Pemerintah
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau