KOMPAS.com – Tahun ini, sejumlah negara di dunia telah merasakan gelombang panas yang menyengat sejak April.
Beberapa negara juga merasakan terik panas yang sangat menyengat meski sampai tak tercipta gelombang panas.
Situasi itu diprediksi akan terus berlanjut, bahkan lebih parah, karena pemanasan global ditambah fenomena El Nino, di mana suhu muka laut di Samudera Pasifik lebih hangat.
Dalam sebuah pernyataan, Senin (10/7/2023), Direktur Layanan Iklim Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Christopher Hewitt memprediksi rekor suhu panas lanjutan saat El Nino terus berkembang.
“Dampak ini akan berlanjut hingga 2024. Ini adalah berita yang mengkhawatirkan bagi planet ini,” kata Hewitt.
Baca juga: Pekan Pertama Juli Pecahkan Rekor Terpanas, Alarm Krisis Iklim Makin Nyaring
Selama tiga hari pada awal Juli 2023, Bumi mengalami hari terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan dilakukan.
Untuk diketahui, Bumi sebelumnya mencatatakan rekor terpanasnya pada Agustus 2016. Kala itu, suhu rata-rata di seluruh dunia adalah 16,92 derajat celsius.
Akan tetapi pada Senin 3 Juli 2023, rekor hari terpanas terpecahkan di mana suhu rata-rata Bumi mencapai 17,01 derajat celcius.
Rekor hari terpanas kembali terpecahkan pada Selasa 4 Juli 2023 dengan suhu rata-rata Bumi mencapai 17,18 derajat celcius.
Dan pada Kamis 6 Juli 2023, rekor hari terpanas sepanjang sejarah kembali pecah setelah suhu rata-rata Bumi tercatat 17,23 derajat celsius.
Baca juga: 3 Hari dalam Sepekan, Bumi Alami Hari Terpanas Sepanjang Sejarah
Dampak kenaikan suhu Bumi ini dirasakan oleh seluruh dunia. Suhu yang lebih tinggi dari biasanya tercatat di Kanada, Amerika Serikat (AS), Meksiko, beberapa Asia, dan Australia timur.
Selain suhu yang lebih tinggi, perubahan iklim dan pemanasan global menyebabkan pola cuaca yang lebih parah.
Beberapa wilayah juga mengalami cuaca yang jauh lebih kering dari biasanya pada Juni, seperti Eropa Tengah, Eropa Timur, Skandinavia, Rusia, Tanduk Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian Australia.
Wilayah-wilayah tersebut mendapatkan curah hujan yang lebih rendah dari rata-rata sebelumnya, sebagaimana dilansir VOA.
Beberapa daerah di Amerika Utara juga lebih kering dari biasanya hingga menyebabkan kebakaran hutan besar-besaran, terutama di Kanada.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya