Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 Agustus 2023, 06:00 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Penggunaan limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara atau Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) terus dikembangkan untuk mendukung perekonomian masyarakat.

Saat ini FABA bukan lagi merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

Manager Pengendalian Keselamatan & Kesehatan Kerja Lingkungan PLN Bangka Belitung Ganjar Riyadi mengatakan, pemanfaatan FABA terus disosialisasikan ke seluruh masyarakat dan instansi pemerintahan.

Baca juga: Lebih Jauh dengan FABA yang Tak Lagi Masuk Kategori Limbah Berbahaya

Sejak 2021 sampai saat ini PLN Bangka Belitung telah memberikan sebanyak 46.947 ton FABA kepada masyarakat.
Penggunaan FABA untuk bahan bangunan, pertanian, penetralisir tingkat keasaman air danau bekas galian tambang dan bahan stabilisasi lahan untuk pembangunan.

"PLN Babel sudah memanfaatkan FABA PLTU Air Anyir dan PLTU Suge sebanyak 46.947 Ton tersebar di wilayah Babel. Sosialisasi pemanfaat FABA terus kami lakukan dengan harapan masyarakat dapat memanfaatkan FABA untuk kebutuhan pertanian dan bahan bagunan serta tidak menutup kemungkinan dapat meningkatkan perekonomian," kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/8/2023).

"Saat ini kami mempersilakan masyarakat untuk mengambil FABA PLTU Air Anyir secara gratis, cukup mengajukan surat permohonan pemanfaatan kepada PLN dan membawa transportasi sendiri," tambah dia.

Baca juga: Daftar PLTU Batu Bara dengan Dampak Biaya Kesehatan Tertinggi

Selain dapat digunakan sebgai campuran bahan bangunan, FABA juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan media tanam pertanian.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa FABA dapat menurunkan tingkat kemasaman tanah, dan mengandung unsur hara makro (K, Na, Ca, Mg) dan hara mikro (Fe, Cu, Zn, Mn) yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman.

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri sebanyak lebih kurang 400 Ton FABA PLTU Air Anyir Bangka berhasil digunakan komunitas petani dalam pengelolaaan media tanam untuk Perkebunannya.

FABA tersebut diolah petani yang tergabung dalam Forum Masyarakat Petani Babel (FORMAP) sebagai media tanam dari mulai pembibitan sampai dijadikan pupuk untuk tanaman Pohon Kayu Putih yang ditanam tersebar di desa-desa dengan luasan lahan sekitar 2.000 hektar.

Baca juga: Daftar PLTU Batu Bara dengan Dampak Biaya Kesehatan Tertinggi

Saat ini pohon kayu putih tersebut sudah diolah dan dibuatkan menjadi minyak kayu putih yang dilabeli dengan merek “Gelugut”.

Ketua Forum Masyarakat Petani Babel M Syarif HT mengapresiasi PLN yang telah mensupport kegiatan pertanian dengan memberikan FABA.

"Pengolahan media tanam yang menggunakan pupuk campuran FABA ini ternyata sangat membantu pertumbuhan tanaman pohon kayu putih di lahan pertanian," ungkap Syarif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau