Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 5 Agustus 2023, 21:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) didorong untuk mengangkat isu krisis iklim dan lingkungan hidup dalam hajatan pemilihan umum (pemilu) 2024.

Dorongan tersebut diberikan oleh Greenpeace Indonesia dan secara resmi disampaikan kepada komisioner KPU August Mellaz di kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat (4/8/2023).

Greenpeace Indonesia berharap, KPU bisa merancang pemilu 2024 menjadi sebuah proses demokratis untuk membicarakan persoalan-persoalan bangsa di tengah sejumlah krisis yang melanda Indonesia dan global.

Baca juga: Perempuan Jadi Kelompok Paling Terdampak Perubahan Iklim di Indonesia

Saat ini, masyarakat global menghadapi krisis iklim diikuti ancaman krisis pangan dan air serta kepunahan keanekaragaman hayati.

Krisis tersebut diakibatkan oleh kebijakan ekonomi ekstraktif dan pembangunan yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan hidup, hak asasi manusia, serta hak-hak generasi saat ini maupun yang akan datang.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menilai, KPU dapat mengambil peran dalam upaya mengatasi krisis iklim.

“Di sisi lain, pemilu bisa menjadi jalan demokratis untuk memilih para pemimpin yang mau berkomitmen dan beraksi menyelamatkan Bumi dari krisis iklim,” kata Leonard dalam keterangan tertulis.

Baca juga: Gender dan Perubahan Iklim Jadi Topik dalam Dialog Nasional yang Digelar KPPPA dan KLHK

“Isu krisis iklim pun sudah menjadi perhatian dalam pemilu-pemilu di beberapa negara seperti AS dan Brasil,” imbuhnya.

Ada empat usulan yang disampaikan Greenpeace Indonesia kepada KPU.

Pertama, meminta KPU mewajibkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memasukkan isu krisis iklim dan lingkungan hidup dalam dokumen visi misi dan program resmi yang akan didaftarkan ke KPU.

Kedua, meminta KPU membuat debat capres khusus bertema krisis iklim dan lingkungan hidup. Selain itu, debat tema isu ekonomi juga harus mengangkat topik ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan sebagai alternatif dari ekonomi ekstraktif.

Baca juga: Jadi Tuan Rumah Temu Pejabat Lingkungan ASEAN, Indonesia Ajak Atasi Perubahan Iklim

Ketiga, KPU diharapkan mewajibkan calon legislatif, khususnya DPR dan DPD RI, untuk memasukkan laporan harta kekayaan dan dana kampanye dalam situs resmi KPU.

Keempat, mendorong KPU memperketat pengaturan dana politik, khususnya dana kampanye. Ini berlaku bukan hanya bagi para calon, tetapi juga tim pemenangan dan partai pengusungnya.

August mengatakan, secara prinsip lembaganya menaruh perhatian pada isu krisis iklim.

Dia menambahkan, pihaknya akan membahas usulan-usulan ini dengan para pimpinan KPU lainnya.

Baca juga: Pertanian Paling Terdampak Perubahan Iklim, Produksi Bisa Merosot

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau