Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Daya Dukung dan Tampung Pulau Jawa Mencemaskan

Kompas.com - 08/08/2023, 15:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SENSUS penduduk Indonesia dilakukan 10 tahun sekali pada tahun yang berakhiran angka nol.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil Sensus Penduduk terakhir tahun 2020 yang menyediakan data jumlah, komposisi, distribusi, dan karakteristik penduduk Indonesia.

Berdasarkan hasil sensus, jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 mencapai 270.203.917 jiwa (per September 2020).

Jumlah penduduk Indonesia tersebut merupakan data penduduk terbaru berdasarkan sinkronisasi data Administrasi Kependudukan (Adminduk) dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2010-2020), terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau rata-rata 3,26 juta setiap tahun. Sementara laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen per tahun.

Dengan luas daratan Indonesia sebesar 1,92 juta kilometer persegi, sebaran penduduknya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Meskipun luas geografisnya hanya sekitar tujuh persen dari seluruh wilayah Indonesia, Pulau Jawa dihuni 151,59 juta penduduk atau 56,10 persen penduduk Indonesia.

Data distribusi penduduk terpadat di Pulau Jawa adalah Jawa Barat 48.274.162 jiwa, Jawa Timur 40.665.696 jiwa, Jawa Tengah 36.516.035 jiwa, Banten 11.904.562 jiwa, DKI Jakarta 10.562.088 jiwa, dan DI Yogyakarta 3.668.719 jiwa.

Kenapa pulau seluas 129.600,71 kilometer persegi ini menjadi magnet bagi mayoritas bangsa Indonesia untuk bermukim?

Pertama, meskipun luasnya hanya sekitar tujuh persen dari seluruh lahan di Indonesia, lahan di Pulau Jawa pada umumnya relatif subur untuk budidaya pertanian, khususnya tanaman pangan (padi, palawija, sayur-sayuran dan sejenisnya). 

Kondisi geografis dan topografi Pulau Jawa banyak gunung berapi sehingga jenis tanahnya vulkanik yang subur.

Luas baku sawah Indonesia menurut Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2019 seluas 7.463.987 ha.

Dari luas baku sawah (2019), faktanya Jawa mendominasi (47 persen), disusul Sumatera (24 persen), Sulawesi (13 persen), Kalimantan (10 persen), Nusa Tenggara-Bali (6 persen), Maluku dan Papua (1 persen).

Dengan kata lain, Pulau Jawa adalah lumbung pangannya Indonesia, khususnya produksi padi/beras.

Kedua, karena ibu kota negara saat ini berada di Pulau Jawa (Kota Jakarta), maka perputaran roda ekonomi (APBN) lebih dari 60 persen berada di Pulau Jawa.

Banyak penduduk dari luar Jawa berbondong migrasi ke Pulau Jawa untuk mendapatkan pekerjaan, sarana pendidikan dan kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Sayangnya, kemudahan dan aksesibilitas hidup di Pulau Jawa yang daya dukung dan tampungnya makin meningkat setiap tahunnya, belum diimbangi pengelolaan lingkungan hidup yang baik.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk di Pulau Jawa setiap tahunnya karena natalitas (kelahiran) maupun migrasi penduduk dari luar Pulau Jawa, meningkat pula kebutuhan dasar akan pangan sandang dan papan.

Demikian halnya kebutuhan air untuk bendungan, irigasi persawahan dan kebutuhan air bersih untuk penduduknya.

Alih fungsi lahan di Jawa terus meningkat tidak saja lahan pertanian untuk pemukiman, industri, infrastruktur, kawasan komersial dan sebagainya, tetapi juga terjadi alih fungsi lahan hutan untuk kegiatan pembangunan nonkehutanan.

Luas kawasan hutan Pulau Jawa semakin mengecil karena beberapa sebab. Saat ini luasnya hanya sekitar 24 persen dari luas pulau tersebut, yakni sekitar 129.600,71 kilometer persegi.

Ahli peneliti utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan mengatakan bahwa dari 24 persen kawasan hutan di Pulau Jawa, tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen saja.

Sedangkan lima persen lainnya di antaranya berupa hutan rakyat, kebun raya, dan taman keragaman hayati yang memiliki fungsi seperti hutan.

Dukungan regulasi

Berdasarkan regulasi lama, sudah jelas bahwa luas hutan dan tutupan hutan di Pulau Jawa sudah jauh di bawah ambang batas yang diizinkan.

Regulasi lama mengharuskan luas kecukupan hutan dan tutupan hutan minimal 30 persen di suatu kawasan DAS, atau pulau berdasarkan sebaran secara proporsional.

Sedangkan aturan baru dalam UU Cipta Kerja bidang kehutanan mengharuskan pemerintah menghitung ulang luas kecukupan hutan dan tutupan hutan berdasarkan faktor a) biogeofisik; b) daya dukung dan daya tampung lingkungan; c) karakteristik DAS; dan d) keanekaragaman flora dan fauna.

Biogeofisik meliputi tutupan hutan/kondisi vegetasi dan keanekaragaman flora fauna. Kondisi biogeofisik berdasarkan geografisnya direpresentasikan sebagai ekoregion geofisik meliputi kelerengan; curah hujan; dan jenis tanah.

Sedangkan karateristik DAS adalah kesatuan bio dan geofisik di alam menjadi satu kesatuan landscape/landsystem.

Menteri menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan berdasarkan kondisi fisik dan geografis pada luas DAS, pulau, dan/atau provinsi dengan sebaran yang proporsional.

Urgensi permasalahan

Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IX Jawa-Madura (2012), hutan di Pulau Jawa luasnya 129.600,71 kilometer persegi (12.960.071 hektare), kawasan hutannya sebesar 3.135.648,70 hektare (± 24 persen luas Pulau Jawa), dengan tutupan hutan sekitar 19 persen.

Hutan tersebut terdiri dari hutan lindung (735.194,560 Ha), hutan produksi (1.812.186,050 hektare) dan hutan konservasi (76.065,304 hektare).

Hutan lindung dan hutan produksi dikelola oleh Perum Perhutani (kecuali hutan di Provinsi DIY), sedangkan hutan konservasi dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Luas hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani sebanyak 76,83 persen luas hutan di Pulau Jawa. Hutan di Pulau Jawa dikelilingi ± 6.807 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 13.410.384 KK (30 persen penduduk Pulau Jawa).

Sebanyak 60 persen penduduk sekitar hutan di Pulau Jawa tergantung pada pertanian, tergolong miskin, rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 0,50 hektare/KK.

Hutan di Jawa merupakan penyangga ekosistem Pulau Jawa, sehingga harus mampu menjalankan fungsi ekologi sebagai penyimpan air, penahan banjir, tanah longsor, penyubur tanah, menyediakan udara bersih dan fungsi keanekaragaman hayati.

Konsekuensi dari tekanan penduduk terhadap hutan, maka hutan di Jawa harus dapat mengakomodasi fungsi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Di sisi lain hutan di Jawa harus menjalankan fungsi ekonomi terhadap negara dan Perum Perhutani melalui produksi hasil hutan.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana hutan di Pulau Jawa menjalankan ketiga fungsi tersebut?

Dari aspek biofisik, berdasarkan geografisnya sekaligus keanekaragaman hayati yang direpresentasikan dari kawasan lindung yang terdiri dari hutan konservasi dan hutan lindung luasnya hanya mencapai 811.259 hektare atau 6,25 persen luas total P. Jawa.

Luas kawasan tersebut sangat tidak memadai sebagai perlindungan ekologis dan hidrologis untuk daerah di bawahnya dan daerah hilir.

Di samping itu, kawasan lindung ini juga belum tentu semuanya mempunyai tutupan hutan (forest coverage) yang masih utuh.

Dari aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan, terkait dengan jumlah populasi penduduk setiap kilometer persegi atau setiap hektare jelas penduduk di Pulau Jawa telah melampaui/di atas ambang batas daya dukung atau daya tampung lingkungan.

Dengan kepadatan penduduk sebesar 1.317 jiwa/kilometer persegi, pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk.

Dari perhitungan CCR (carrying capacity ratio) untuk pangan ternyata nilainya lebih kecil/kurang dari 1. Artinya untuk kepentingan meningkatkan produktifitas pangan, lahan-lahan di Jawa sudah tidak dapat lagi dilakukan dengan cara ekstensifikasi (perluasan kawasan lahan untuk pangan).

Dari aspek karakterisrik DAS, Pulau Jawa adalah pulau dengan topografi berbukit dan bergunung-gunung yang terjal dan curum karena banyak gunung berapi aktif yang lahannya sangat subur. Sehingga daerah hulu pun lahannya dapat diolah untuk tanaman pertanian.

Pada DAS utama seperti DAS Solo, DAS Brantas, DAS Citanduy dan DAS Citarum bentuk DAS-nya adalah panjang dan menyempit.

Masalahnya adalah berapa luas kecukupan hutan dan tutupan hutan di Pulau Jawa yang dibutuhkan?

Bagaimana cara dan rumus menghitungnya apabila empat faktor yang mendukungnya sudah dapat dianalisis dan diketahui nilai variabelnya?

Apa yang dimaksud dengan sebaran yang bersifat proporsional itu? Apakah masing-masing DAS yang mendukung dan terletak di Pulau Jawa dihitung satu per satu, lalu akumulasi dari semua DAS tersebut menjadi luas kecukupan hutan dan tutupan hutan yang ada di Pulau Jawa?

Mestinya, KLHK memprioritaskan penghitungan dan menetapkan lebih dahulu luas kecukupan hutan dan tutupan hutan di Pulau Jawa agar ada kepastian penggunaan lahannya (tata ruangnya).

Dugaan saya, dengan luas kawasan lindung yang hanya 6,25 persen saja, luas kecukupan kawasan hutan dan tutupan hutan di Pulau Jawa masih sangat kurang. Kurangnya berapa, kita tunggu saja perhitungan dan penetapan KLHK nanti.

Kesimpulannya adalah hutan di Pulau Jawa masih sangat dibutuhkan khususnya dalam menjaga dan melindungi keseimbangan ekologis dan hidrologis bagi daerah di bawahnya dan daerah hilir.

Dengan luas kawasan lindung yang hanya 6,25 persen, sudah seharusnya ada upaya peningkatan jumlah tutupan hutan khususnya pada daerah hulu.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com