INDONESIA saat ini berada di tengah krisis lingkungan yang mendalam. Kualitas udara Jakarta yang kini dinobatkan sebagai salah satu yang terburuk di dunia dan abrasi yang meningkat di pantai utara Jawa menandakan urgensi masalah lingkungan.
Sementara itu, dengan mendekatnya pemilihan presiden 2024, pertautan antara tantangan ekologi dan kebijakan politik menjadi topik yang tak bisa diabaikan.
Mungkinkah isu lingkungan akhirnya mendapatkan tempat sentral dalam agenda politik Indonesia?
Kualitas udara Jakarta merupakan simbol krisis perkotaan yang menyedihkan. Pekan lalu, AQI Jakarta mencapai 183. Apa yang kita hadapi bukan hanya data statistik.
Kondisi itu adalah refleksi dari udara beracun yang dihirup oleh jutaan warga setiap hari, memperpendek harapan hidup dan merusak kesejahteraan generasi mendatang.
Ini adalah lambang dari kegagalan urbanisasi: kota besar yang kaya, tetapi dengan warga yang sakit.
Dari perspektif politik, ini adalah bukti pengabaian selama bertahun-tahun, namun juga menawarkan kesempatan untuk redefinisi – visi baru untuk Jakarta yang layak huni, hijau, dan berkelanjutan.
Sementara itu, abrasi pesisir Pulau Jawa merupakan indikator ketidakpedulian terhadap lingkungan. Dampaknya sama tragisnya dengan situasi udara Jakarta.
Hutan-hutan yang ditebang, secara legal atau ilegal, dan pertambangan yang tak terkendali merusak keseimbangan ekosistem pesisir, meningkatkan risiko bencana seperti naiknya permukaan laut.
Ini adalah cerita tentang bagaimana kebutuhan ekonomi jangka pendek sering kali mendominasi pertimbangan lingkungan jangka panjang.
Politik di belakang masalah ini kompleks. Dalam upaya menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional, pemerintah daerah terkadang mengesampingkan dampak jangka panjang dari kebijakan mereka.
Di sisi lain, perlu ada kerangka kerja nasional yang konsisten dalam melindungi dan memulihkan habitat-habitat vital ini.
Namun, ketika kita membicarakan kualitas udara Jakarta dan abrasi pesisir Pulau Jawa, kita sedang melihat puncak dari gunung es.
Di balik gejala permukaan ini, terdapat cerita kerusakan lingkungan yang lebih luas di seluruh Indonesia, termasuk deforestasi massal di Kalimantan, Papua, dan Sulawesi.
Kerusakan ini memberikan dampak signifikan tidak hanya pada iklim global dan keanekaragaman hayati, tetapi juga pada kehidupan manusia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya