KOMPAS.com – Para ahli menyepakati bahwa banjir bandang yang memporakporandakan Libya tak bisa dilepaskan dari pengaruh perubahan iklim dan dampak nyata dari keganasannya.
Banjir bandang di Libya yang dipicu oleh Badai Daniel tersebut merupakan peristiwa cuaca ekstrem terbaru yang menjadi bagian dari dampak perubahan iklim.
Jumlah korban tewas akibat bencana itu hingga saat ini dilaporkan lebih dari 5.100 orang dan ribuan lainnya masih hilang, sebagaimana dilansir Euronews, Rabu (13/9/2023).
Badai Daniel menarik energi yang sangat besar dari air laut yang sangat hangat. Atmosfer yang menjadi lebih hangat menampung lebih banyak uap air lalu turun sebagai hujan yang sangat lebat.
Baca juga: Binance Janjikan 100 Dollar AS Per Orang dalam Kripto, Bantu Korban Banjir Libya
Dilansir dari laman University of Reading, Inggris, Badai Daniel merupakan siklon Mediterania yang terbentuk sebagai sistem cuaca bertekanan rendah.
Siklon Mediterania yang intens dengan karakteristik seperti badai disebut medicanes, sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.com.
Dalam setahun, Badai Daniel terjadi antara satu hingga tiga kali yang berpotensi memicu dampak buruk ke daratan seperti banjir, gelombang badai, dan angin kencang.
Badai ini sebagian besar berasal dari Mediterania barat dan di wilayah yang terbentang antara Laut Ionia dan pantai Afrika Utara.
Angin hangat dan kelembapan dari laut Mediterania cukup penting dalam pengembangan Badai Daniel. Kekuatannya dapat meningkat karena suhu permukaan laut yang hangat.
Baca juga: Kronologi Banjir Bandang Libya dan Kenapa Korbannya Capai 5.200 Orang Tewas
Suhu laut di seluruh dunia rata-rata menjadi lebih hangat karena perubahan iklim dan pemanasan global.
Laut Mediterania pun juga menghangat. Kondisi ini menyebabkan siklon bergerak lebih lambat, sebagaimana dilansir Euronews.
Profesor Raghu Murtugudde dari Indian Institute of Technology mengatakan, melambatnya siklon membuat uap air yang terbawa semakin banyak dan menyebabkan hujan jadi semakin lebat.
Terlebih lagi, kata Murtugudde, aktivitas manusia dan perubahan iklim menghasilkan dampak gabungan yang semakin parah.
Baca juga: Mengenal Badai Daniel, Penyebab Banjir Bandang di Libya yang Tewaskan 2.500 Orang
Di Yunani, banjir bandang juga terjadi dan semakin parah karena kebakaran hutan, hilangnya vegetasi, dan tanah yang semakin gembur.
Sedangkan di Libya, banjir bandang menjadi semakin dahsyat karena pemeliharaan infrastruktur.
Bertahun-tahun diguncang perang dan kurangnya pemerintah pusat telah menyebabkan infrastruktur negara tersebut hancur dan rentan bila diguyur hujan lebat.
Libya saat ini adalah satu-satunya negara yang belum mengembangkan strategi iklim, menurut PBB.
Baca juga: Penyebab Mengapa Banjir di Libya Begitu Besar dan Menewaskan Ribuan Orang...
Air hangat yang menyebabkan kekuatan Badai Daniel semakin besar dan memicu curah hujan yang luar biasa adalah fenomena yang diamati di seluruh dunia.
Ilmuwan senior di Woodwell Climate Research Center Jennifer Francis menuturkan, tidak ada negara yang kebal dari badai dahsyat seperti Daniel.
Karsten Haustein, ilmuwan iklim dan ahli meteorologi di Leipzig University Jerman, memperingatkan bahwa para ilmuwan belum punya waktu untuk mempelajari Badai Daniel secara keseluruhan.
Baca juga: Penyebab Banjir Libya Begitu Mematikan
Akan tetapi, dia mencatat bahwa suhu Laut Mediterania tahun ini lebih hangat antara 2 hingga 3 derajat celsius dibandingkan tahun lalu.
Badai Daniel merupakan siklus alami. Akan tetapi, kekuatannya yang dahsyat seperti yang ditunjukkan baru-baru ini di Libya memberi pesan bahwa perubahan iklim telah membuatnya jadi jauh berbahaya.
Haustein menyampaikan, apabila suhu permukaan bumi tidak naik, Badai Daniel tidak akan berkembang menjadi kekuatan yang begitu dahsyat.
“Dan hal itu (Badai Daniel) tidak akan menghantam Libya dengan kekuatan yang begitu dahsyat,” ungkap Haustein.
Baca juga: Banjir Libya Berakibat 5.200 Orang Tewas, 10.000 Hilang, dan 20.000 Mengungsi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya