KOMPAS.com – Komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diberikan kepada Indonesia dinilai tidak cukup untuk menutupi biaya seluruh proses transisi.
Sebaliknya, dana tersebut berfungsi sebagai pendanaan awal untuk mengkatalisasi dan memobilisasi sumber pendanaan lainnya.
Hal tersebut tertuang dalam laporan terbaru yang disusun oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Ford Foundation yang diluncurkan pada Selasa (19/9/2023).
Baca juga: Komitmen Indonesia terhadap Transisi Energi Pengaruhi Peluang Pembiayaan
Oleh karenanya, penting bagi pemerintah untuk mengelola pendanaan JETP secara bijak dan tepat sasaran untuk mengkatalisasi transisi energi di Indonesia secara menyeluruh.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pendanaan awal JETP memiliki batasan waktu.
“Maka penting untuk menetapkan pencapaian dan proyek yang masuk akal serta dapat dicapai dalam jangka waktu yang disepakati dan mengembangkan strategi untuk memanfaatkan sumber pendanaan lain untuk menutupi biaya untuk mencapai target tahun 2030,” kata Fabby, sebagaimana dilansir dari siaran pers IESR.
Fabby menambahkan, beberapa instrumen pembiayaan seperti pinjaman lunak, pinjaman komersial, ekuitas, dana jaminan, hibah, dan instrumen lainnya harus dikaji secara cermat agar tidak terjadi jebakan utang di masa depan.
Baca juga: Transisi Energi Harus Adil dan Bermanfaat untuk Rakyat Indonesia
“Pemerintah harus terus mengadvokasi permintaan hibah dan pinjaman lunak yang lebih besar untuk mencapai target yang disepakati tanpa menambah beban bagi negara penerima,” papar Fabby.
Di sisi lain, Ford Foundation di Indonesia memandang filantropi juga mempunyai peran penting dalam mendukung prinsip keadilan, baik melalui pemerintah maupun langsung kepada masyarakat yang terkena dampak.
Mereka mempunyai kemampuan untuk bertindak lebih cepat dibandingkan pemerintah sekaligus mampu menjembatani kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat.
Filantropi juga dapat mendukung pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan bantuan teknis, peningkatan kapasitas, pelatihan, dan pertukaran pengetahuan.
Baca juga: Ditjen EBTKE dan MEBI Dorong Biomassa Jadi Solusi Transisi Energi di Indonesia
Direktur Regional Ford Foundation di Indonesia Alexander Irwan mengatakan, penerapan JETP harus memenuhi prinsip dasar unsur keadilan.
Dia menambahkan, elemen keadilan sosial harus dimasukkan dalam diskusi dan rencana transisi.
“Konsep keadilan harus menjadi pusat perhatian, memastikan transisi yang adil bersifat inklusif bagi semua kelompok atau komunitas, khususnya pekerja, anak-anak, perempuan, dan komunitas lokal yang sangat bergantung pada rantai pasokan bahan bakar fosil,” kata Alex.
Prinsip berkeadilan juga harus diterapkan untuk memitigasi dampak transisi energi terhadap masyarakat.
Baca juga: DEN: Strategi Transisi Energi Setiap Negara Berbeda
Dukungan kepada inisiatif sosial-ekonomi alternatif di bidang-bidang ini penting dilakukan agar gagasan keadilan memihak kepada seluruh kelompok masyarakat.
Peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber daya rendah karbon tidak hanya berdampak pada perekonomian di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat regional atau bahkan nasional.
Masyarakat di daerah yang bergantung pada bahan bakar fosil harus beradaptasi dengan lingkungan baru.
Mereka juga perlu menyesuaikan keterampilan dan pengetahuannya yang mungkin sulit dilakukan dalam waktu singkat.
Baca juga: Menuju Transisi Energi Berkeadilan, Perlu Mitigasi di Daerah Penghasil Batu Bara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya