JAKARTA, KOMPAS.com - Gelaran Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan dan Energi Baru Terbarukan (Festival LIKE) yang berlangsung pada 16-18 September 2023 mencapai puncaknya dengan penyampaian pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Indonesia Arena, Jakarta.
Di hadapan 16.000 peserta, Presiden mengingatkan untuk berhati-hati dengan ancaman perubahan iklim yang sudah nyata dan dirasakan oleh semua negara di dunia.
Selain itu, kerusakan lingkungan juga terjadi di sejumlah lahan baik di hutan hingga mangrove. Terkait dengan hal ini, Presiden mengajak semua pihak untuk mewaspadai hal tersebut dan bersama-sama menjaga lingkungan sekitar, antara lain dengan menggiatkan kembali reboisasi atau penanaman pohon.
"Saya titip kepada para pegiat lingkungan, kepada para ketua adat, kepada kelompok perhutanan sosial, para penyuluh agar kita giatkan kembali rehabilitasi hutan, perbaikan hutan. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat, para pegiat lingkungan mulai, nanti kalau musim hujan datang, semua nanam pohon," ujar Presiden.
Baca juga: Batam Resmi Memulai Pembangunan Kawasan Industri Hijau Rp 20 Triliun
Lebih lanjut Presiden menjelaskan, suhu bumi yang makin panas juga membuat es di kutub mencair sehingga permukaan air laut naik. Sejumlah pulau kecil di Indonesia dan Pasifik telah merasakan langsung dampaknya. Untuk itu, Presiden juga mengajak para nelayan dan pegiat lingkungan untuk menanam mangrove di pesisir pantai.
"Kita sudah beri contoh di Denpasar, kita memiliki persemaian bibit mangrove yang satu tahun bisa memproduksi kira-kira 6 juta bibit. Saya kira tidak hanya di Denpasar yang dulu kita tunjukkan ke para pemimpin negara-negara G20. Mereka kagum terhadap proses persemaian yang ada di situ. Itu baru mangrove," jelasnya.
Persemaian Mentawir
Presiden kemudian mengungkapkan, persemaian modern juga telah dibangun di Mentawir.
"Jadi IKN itu sebelum dibangun, persemaiannya sudah dibangun dulu. Kapasitasnya 15 juta per tahun. Bapak, Ibu bisa lihat sekarang ke Mentawir di Kalimantan Timur. Yang di dekat sini ada di Rumpin di Bogor. Kapasitasnya 6 juta bibit per tahun. Ada bibit albasia (sengon), ada bibit eukaliptus, ada bibit duren, semua di situ ada," sambungnya.
Transisi menuju ekonomi hijau untuk menghadapi perubahan iklim, juga menjadi sorotan. Berbagai aktivitas hijau seperti daur ulang sampah, produksi industri hijau, pembangunan kendaraan listrik, hingga penggunaan bahan bakar hijau terus dikerjakan oleh banyak negara.
Baca juga: Aktivis Desak OJK Keluarkan PLTU Batu Bara dari Revisi Taksonomi Hijau
"Semuanya yang berbau green, yang berbau hijau semuanya sekarang ini mulai dikerjakan di semua negara. Industri baterai untuk kendaraan listrik dimulai dan kita juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk membangun industri baterai kendaraan listrik karena kita punya bahan bakunya di sini. Nikel kita punya, kobalt kita punya, mangan kita punya," ungkap Presiden.
Presiden mengingatkan perusahaan tambang untuk memiliki persemaian sehingga bisa langsung menanam pohon di area bekas tambangnya.
"Setiap habis nambang langsung ditanam supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan yang makin parah. Wajib karena sudah ada peraturan menterinya baru saja keluar," ucapnya.
Di pengujung sambutannya, Presiden kembali mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga lingkungan hidup di Indonesia agar tetap hijau.
"Marilah kita jaga lingkungan hidup kita baik yang biotik maupun abiotik sehingga negara kita Indonesia ini tetap hijau, lingkungannya baik, udaranya bersih, dan kita bisa menikmati hidup di negara yang kita cintai ini," tandasnya.
Baca juga: Penjajakan Bisnis AIPF Tembus Rp 490,6 Triliun, Energi Hijau Favorit
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melaporkan bahwa gelaran Festival LIKE dimaksudkan untuk menunjukkan kerja nyata dari langkah korektif pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
Selama tiga hari penyelenggaraan Festival LIKE, telah menarik lebih hingga kurang lebih 37.000 orang pengunjung. Dalam dua hari juga telah dilaksanakan Penandatanganan MoU antara produsen dan offtaker sampah dan industri daur ulang, serta pengembangan usaha oleh sebanyak enam perusahaan.
Selain itu juga terdapat MoU dan kerjasama inovasi sosial dan lingkungan, pendamping dan offtaker hutan sosial antara lain untuk kopi, madu, alpukat dan karet, oleh sebanyak 12 perusahaan dan satu yayasan.
"Bahu membahu masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dalam kerja keras bersama pada upaya melindungi dan terus meningkatoan perbaikan lingkungan, hutan dan aksi iklim, restorasi dan replikasi untuk kelestarian alam, terlihat refleksinya dalam festival ini," papar Siti.
Perhutanan Sosial
Pada kesempatan ini juga, Presiden menyerahkan Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial sebanyak 1.541 SK dengan luas areal 1,048 juta hektar, dan SK Tanah Obyek Reforma Agraria seluar 107.000 hektar.
Termasuk dalam SK Perhutanan Sosial adalah untuk Hutan Adat seluas 90.000 Hektar bagi lebih dari 23 kelompok adat, SK Kemitraan Konservasi seluas 297 hektar bagi 607 kelompok dan kemitraan perhutani untuk masyarakat produktif.
Baca juga: Pemerintah Godok Peraturan Pembiayaan Alternatif untuk Energi Hijau
"Total capaian Perhutanan Sosial hingga September 2023 adalah seluas lebih dari 6,37 juta hektar untuk 1,29 juta Kepala Keluarga dengan total 9.642 kelompok/gabungan kelompok," terang Siti.
Kelompok Perhutanan Sosial harus selalu didampingi untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, tata kelola hutan, kesempatan berusaha dan fasilitasi manajemen usaha kelompok yang efektif. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat mewujudkan masyarakat Indinesia yang produktif.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya