Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indosat Terobos Area "Blank Spot" hingga Perbatasan Timor Leste

Kompas.com - 22/09/2023, 15:00 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sinyal sempat hilang muncul di kilometer 90 atau 20 kilometer dari Kota Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tetapi, internet masih bisa diakses meski sedikit tersendat.

Tiba di Soe, saya pun mencari warung untuk sekadar mengisi perut yang mulai keroncongan. Termasuk, mengisi daya baterai. Namun, tidak dengan kekuatan sinyal yang terlihat kokoh.

Keseruan Boti

Di kabupaten dengan wilayah ketiga paling luas di NTT (3.947 kilometer persegi), saya tak hanya berkutat melintasi jalan negara Trans Timor yang mulus, juga menjelajahi pedalaman, persisnya di Kampung Boti.

Boti merupakan desa terakhir di Timor yang masih mempertahankan adat dan tata cara kehidupan sesuai tradisi nenek moyang mereka dengan sangat ketat.

Letaknya yang berada di pegunungan membuat desa ini sulit dicapai sehingga tertutup dari peradaban modern dan perkembangan zaman.

Dari Kota Soe, mobil bergerak ke arah timur sejauh 27 kilometer. Di pertigaan pasar Niki-Niki, saya memilih belok kanan ke arah Oinlasi, Kecamatan Amanatun Selatan. Sedangkan lajur kiri merupakan jalan negara menuju Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, hingga negara Timor Leste.

Rute yang melintasi jalur Oinlasi, tak semulus jalan sebelumnya. Kondisi ruas jalan beraspal itu rusak sepanjang jalan.

Setelah berkendara sejauh 15 kilometer, atau tepat di pertigaan Desa Tumu, Kecamatan Amanuban Tengah, mobil berhenti. Sebelah kiri ke Oinlasi, ibu kota Kecamatan Amanatun Selatan dan sebelah kanan ke Boti, Kecamatan Kie.

Beberapa warga menyarankan agar menyewa sepeda motor, karena jalannya tidak cocok dengan mobil beroda kecil.

Saya lalu menyewa sepeda motor milik tukang ojek pangkalan dengan tarif Rp 100.000 milik. Mobil yang saya gunakan diparkir di depan kios sembako milik warga setempat.

Benar saja, jalan masuk ke Boti rusak berat. Hanya beberapa titik saja yang beraspal dan itu pun sebagian besar sudah rusak. Selebihnya, hanya jalan tanah bebatuan.

Tidak mudah untuk menaklukkan jalan sejauh 10 kilometer masuk ke Kampung Boti. Medan yang terjal, dengan tanjakan dan turunan yang tajam penuh bebatuan dan tanah berlubang, membuat sepeda motor Honda Revo Fit keluaran tahun 2022 yang saya kendarai, tak pernah berhenti meraung lantaran gigi atau persneling hanya berkutat di angka satu.

Jalanan berupa tanah keras ataupun makadam, turun-naik, melewati perkampungan, hutan atau ladang warga, lembah, deretan perbukitan, bahkan harus menyeberangi sungai dangkal yang kering

Beberapa kali saya terperosok dan tergelincir, karena tanah bercampur pasir dan batu berserakan di badan jalan. Namun, perjuangan ke Boti pun terbayar dengan suguhan pemandangan alam perbukitan indah nan hijau.

Untung sinyal ponsel IM3 dan 3, masih tetap kokoh, karena sepanjang perjalanan saya berada di ketinggian.

Tetapi, dua kilometer memasuki Perkampungan Boti, sinyal milik Indosat itu hilang. Praktis tak bisa digunakan.

Meski tanpa sinyal, saya tetap melanjutkan perjalanan bertemu Raja Boti Namah Benu dan mengeksplor kegiatan suku yang masih menganut kepercayaan animisme itu.

Matahari bersinar persis di atas ubun-ubun, saya meminta izin kepada sang raja kembali melanjutkan perjalan ke daerah berikutnya, dengan rute pulang yang sama.

Usai mengembalikan sepeda motor sewaan, saya kembali masuk ke dalam kabin setir bulat, bergerak menuju Kabupaten Timor Tengah Utara yang masih berjarak sekitar 60 kilometer lebih.

Persis di kilometer 153 hingga 157 dari Kupang, atau tepatnya di antara perbatasan Kecamatan Amanatun Utara dengan Kecamatan Oenino, Timor Tengah Selatan, sinyal seketika lenyap.

Kondisi berbeda ketika memasuki wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara. Mulai dari Kecamatan Noemuti Timur, Kecamatan Noemuti hingga Kecamatan Kota Kefamenanu, sinyal kuat Indosat bertengger mulus tanpa lecet.

Karena hari mulai gelap, saya memilih menginap di salah satu hotel kelas melati di Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara, yang berjarak 196 kilometer dari Kota Kupang.

Keesokan harinya, saya bangun lebih awal sebelum mentari menampakan bias cahayanya dari ufuk timur.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau