Urgensi deklarasi ini terlihat jelas. Setidaknya 4,5 miliar orang atau lebih dari separuh populasi dunia, tidak sepenuhnya tercakup dalam layanan kesehatan penting pada tahun 2021.
Dua miliar orang mengalami kesulitan keuangan, dengan lebih dari 1,3 miliar orang di antaranya semakin terjerumus ke dalam kemiskinan hanya karena mencoba mengakses layanan kesehatan dasar.
Tentu saja, hal ini merupakan kenyataan mengenai semakin melebarnya kesenjangan kesehatan.
Baca juga: Genjot Pemerataan, Pemerintah Daerah Diminta Aktif Usulkan Kebutuhan Tenaga Kesehatan
Tak mengherankan jika Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut Deklarasi Politik tersebut sebagai sinyal kuat bahwa mereka mengambil pilihan tersebut.
"Namun pilihan tidak hanya berhenti pada pilihan yang dibuat di atas kertas. Itu dibuat dalam keputusan anggaran dan keputusan kebijakan. Yang terpenting, hal ini dicapai melalui investasi pada layanan kesehatan primer, yang merupakan jalur paling inklusif, adil, dan efisien menuju cakupan kesehatan universal," tuturnya.
“Pada akhirnya, cakupan kesehatan universal adalah sebuah pilihan, sebuah pilihan politik,” sambung Tedros.
WHO, melalui jaringannya yang terdiri lebih dari 150 kantor negara dan enam kantor regional, memberikan dukungan teknis untuk mempercepat reorientasi radikal sistem kesehatan.
Dukungan ini dilakukan melalui pendekatan yang berfokus pada PHC, dan memastikan panduan normatif yang kuat untuk melacak kemajuan demi akuntabilitas dan dampak.
Setelah diadopsi oleh Majelis Umum PBB, Deklarasi Politik akan dipantau secara berkala implementasinya guna mengidentifikasi kesenjangan dan solusi guna mempercepat kemajuan, dan dibahas pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB berikutnya pada tahun 2027.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya