Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Kawasan Hutan untuk "Food Estate"

Kompas.com - 30/09/2023, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bencana ekologis, banjir, dan kekeringan silih berganti. Potensi dan sumber kebakaran yang memproduksi asap pada umumnya berasal dari lahan gambut yang semacam ini.

Untuk memulihkan hutan gambut seperti semula dari ex PLG, rasanya sulit dan membutuhkan waktu puluhan tahun.

Sejak sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Hindia Belanda-melalui ahli-ahli pertanian, perkebunan dan kehutanannya- sebenarnya telah memetakan wilayah Indonesia menjadi zona-zona komoditas pertanian (termasuk perkebunan dan kehutanannya) berdasarkan agroklimatnya dengan baik dan itu terbukti sampai hari ini.

Komoditas padi yang merupakan makanan pokok bangsa Indonesia, cocok dan sesuai secara agroklimat hampir di sebagian besar di pulau Jawa yang tanahnya subur dari tanah vulkanis (banyak terdapat gunung berapi) dengan curah hujan cukup.

Kemudian di sebagian pulau Sumatera (Aceh, Sumut, Sumbar, Lampung), sebagian pulau Sulawesi (Sulut, Sulsel) dan pulau Bali.

Demikian juga dengan perkebunan karet dapat ditemukan di Sumut, Jabar, Bengkulu.

Komoditas sawit sangat terkenal di Sumut, yang hasil buah sawitnya tiga kali lipat TBS (tandan buah segar) dari kebun sawit yang ditanam di Kalteng sekarang.

Komoditas kebun teh dapat dijumpai di daerah pegunungan seperti di Puncak Bogor, Bumiayu di Tegal, Kayu Aro, di Kerinci, dan terbukti hasilnya sangat baik.

Komoditas kayu jati di sebagian daerah berkapur di Jateng dan Jatim serta di pulau Muna Sultra, sangat cocok untuk habitat pohon jati yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Terlepas adanya intervensi teknologi (benih, pemumpukan, tata air, mekanisasi, pemasaran dan lain-lain), seharusnya pemerintah belajar dari warisan yang baik dari pemerintah Hindia Belanda dulu dengan mengedepankan aspek agroklimat sebagai faktor utama.

Sementara intervensi teknologi adalah faktor pendukung untuk meningkatkan produksinya.

Konsep food estate selain PLG satu juta ha di kabupaten Kapuas Kalteng yang gagal itu, telah juga dilaksanakan di kabupaten Marauke Papua melalui MIFEE (Merauke Integrated Food and Energi Estate) atau program pengembangan pangan dan energi dengan skala areal sangat luas yang dicanangkan oleh pemerintahan era SBY tahun 2010.

Kementerian Pertanian mencanangkan luas areal seluas 2,5 juta hektare dan direkomendasikan Tim BKPRN (Badan Koordinasi Pemanfaatan Ruang Nasional) sebesar 1.282.833 ha atau sekitar 30 persen dari luas wilayah Kabupaten Merauke.

Faktanya saat ini belum ada cerita suksesnya, baik realiasasi maupun produksi pangannya.

Keseriusan tentang program food estate, baru dilakukan oleh pemerintah Joko Widodo tahun 2020, sebagai lumbung pangan dalam rangka ketahanan dan kemandirian pangan bangsa Indonesia setelah terjadinya pandemi Covid-19.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com