Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Kawasan Hutan untuk "Food Estate"

Kompas.com - 30/09/2023, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pemerintah menggarap 130.000 ha lahan di kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau Kalteng sebagai sentra food estate dengan intervensi teknologi dan modal yang memadai.

Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan lahan seluas 30.000 ha di kabupaten Humbang Hasundutan Sumut, yang baru dimulai 1000 ha tahun 2020.

Kedua lokasi food estate tersebut belum ada cerita sukses yang diharapkan sampai sekarang karena memang membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang untuk berhasil.

Kawasan hutan untuk food estate

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) no. P.24/2020 tentang penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate dan Peraturan Pemerintah (PP) no. 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, disebutkan kegiatan penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate dilakukan melalui dua mekanisme, yakni perubahan peruntukan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan (KHKP).

Perubahan peruntukan kawasan hutan untuk pembangunan food estate dilakukan pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dengan skema pelepasan kawasan hutan.

HPK yang dimaksud diprioritaskan pada areal yang tidak produktif dan tidak tumpang tindih dengan izin pemanfaatan hutan atau perizinan lainnya serta tidak dicadangkan untuk redistribusi tanah untuk program reforma agraria.

Dalam PP No. 23/2021, apabila terpaksa pelepasan kawasan hutan untuk penyediaan kawasan food estate juga dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi tetap.

Sementara itu, penetapan KHKP dapat dilakukan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi.

Kawasan hutan lindung pada KHKP yang dimaksud adalah kawasan hutan lindung yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karena pembangunan ketahanan pangan (food estate) dilaksanakan untuk kepentingan negara, maka yang berhak untuk mengajukan permohonan kepada Menteri LHK adalah menteri atau pimpinan lembaga; gubernur atau bupati/wali kota atau kepala badan otorita yang ditugaskan khusus oleh pemerintah pusat.

Sedangkan pembiayaan pelaksanaan penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate dengan mekanisme perubahan peruntukan kawasan hutan atau penetapan KHKP, bersumber dari APBN, APBD atau sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam penyediaan kawasan hutan untuk food estate, nampaknya sangat dihindari adanya penebangan hutan yang utuh tutupan hutannya (hutan primer), sehingga tidak ada alasan untuk mengambil hasil hutan kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Apabila dilakukan kegiatan land clearing (pembersihan lahan untuk penyiapan lahan tanaman pangan) dengan menebang pohon-pohan/kayu-kayuan, dilakukan pada hutan sekunder yang nilai dan jenis kayunya bukan jenis kayu komersial.

Contoh kasus terkait penebangan hutan untuk food estate seluas 6.000 hektare untuk kegiatan penanaman singkong di Kabupaten Gunung Mas Kalteng.

Sebenarnya di wilayah Kabupaten Gunung Mas (termasuk Kabupaten Kuala Kapuas dan Pulang Pisau) sudah tidak ada lagi kawasan hutan alam primer produksi yang masih utuh, dalam artian belum dijamah oleh konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan).

Semua kawasan hutan produksi ketiga wilayah kabupaten tersebut pada era orde baru telah dikaveling-kaveling menjadi konsesi HPH yang telah ditinggalkan oleh korporasi karena habis masa kontraknya dan dikembalikan lagi kepada pemerintah.

Kalaulah terdapat kegiatan penebangan hutan seperti yang disinyalir oleh Sekjen PDIP tersebut, hal itu adalah penebangan hutan sekunder ex HPH yang ditinggalkan beberapa tahun lalu dan potensi kayu komersial tiap hektarenya sangat rendah. Demikian halnya dengan nilai ekonomis bila dieksploitasi.

Kawasan hutan yang tidak boleh digunakan untuk pembangunan food estate adalah kawasan hutan konservasi (kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dan hutan lindung yang masih utuh tutupan hutannya atau hutan lindung primer).

Demikian juga hutan produksi primer yang masuk dalam katagori moratorium permanen hutan primer.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com