Beberapa faktor tersebut seperti bencana terkait iklim seperti banjir, penurunan produktivitas pertanian, kelangkaan air, kekeringan, dan suhu ekstrem.
Dedeoglu mengatakan, kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh pemanasan global menyebabkan hilangnya lahan dan akibatnya adalah migrasi.
Dia menambahkan, konflik yang timbul dari meningkatnya persaingan atas sumber daya alam juga dapat mendorong migrasi iklim.
“Migrasi semacam ini dapat terjadi di seluruh dunia akibat bencana yang disebabkan oleh krisis iklim," kata Dedeoglu.
"Misalnya, Badai Katrina di AS pada 2005 menyebabkan salah satu peristiwa migrasi terbesar dalam sejarah AS, dengan 1,5 juta orang berpindah, 300.000 orang menetap, dan 107.000 orang bermigrasi secara ilegal," ucap Dedeoglu.
Baca juga: Kurang dari Separuh Warga Asia Tenggara Yakini Perubahan Iklim Ancaman Serius Bagi Negara
Dedeoglu mencatat, dalam kasus migrasi iklim, orang-orang pada awalnya memilih wilayah di negara mereka sendiri.
Namun, seiring dengan meningkatnya dampak global dari krisis iklim, mungkin akan ada lebih banyak migrasi lintas negara di masa depan.
Pada 2013, terdapat permohonan pengungsi terkait krisis iklim dari Kiribati ke Selandia Baru, namun permohonan tersebut ditolak.
"Ada definisi pengungsi yang diuraikan dalam Konvensi Jenewa, dan migrasi yang disebabkan oleh perubahan iklim tidak mencakup hal tersebut," ucap Dedeoglu.
"Jutaan orang yang menghadapi masalah ini tidak termasuk karena belum ada peraturan yang mengaturnya," sambungnya Dedeoglu.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan, Hati-hati Ancaman Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya