KOMPAS.com – Lebih dari 20 perusahaan minyak dan gas (migas) serta industri berat berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam KTT Iklim PBB COP28 pada November mendatang di Uni Emirat Arab (UEA).
Hal tersebut disampaikan Presiden COP28 Sultan al-Jaber, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (2/10/2023). Kemungkinan, akan ada penambahan jumlah perusahaan yang ikut bergabung berkomitmen mengurangi emisi sebelum KTT Iklim tersebut benar-benar digelar.
Baca juga: Presiden COP28: Dunia Kehilangan Kesempatan Capai Tujuan Perubahan Iklim
Akan tetapi, Jaber tidak merinci perusahaan mana saja atau langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk mengurangi emisi dari penghasil karbon tersebut.
“Mereka yang ingin terlihat sebagai pemain energi yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan berkomitmen,” kata Jaber kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
KTT COP28 dijadwalkan berlangsung di Dubai, UEA, antara 30 November hingga 12 Desember.
Penunjukkan Jaber, yang merupakan bos BUMN minyak UEA, ADNOC, sebagai Presiden COP28 dianggap merupakan pilihan yang kontroversial.
UEA juga merupakan anggota organisasi pengekspor minyak atau OPEC, sekaligus salah satu pemain utama eksportir minyak bumi.
Baca juga: COP28 Umumkan Program Tematik
Sebelumnya, Jaber menyerukan agar COP28 tahun ini dijadikan sebagai tempat pertemuan emua pemangku kepentingan, termasuk industri bahan bakar fosil.
Dimasukkannya perwakilan industri bahan bakar fosil ke dalam KTT Iklim PBB ini merupakan langkah yang berbeda dengan COP26 di Glasgow, Skotlandia, pada 2021.
Dalam COP26, perusahaan-perusahaan energi fosil mengeluh bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam acara tersebut.
Di satu sisi, beberapa Eropa dan negara pulau dan kepulauan kecil telah menyampaikan kekhawatirannya menjelang COP28.
Baca juga: COP28 dan UNFCCC Tanda Tangani Perjanjian Tuan Rumah
Mereka khawatir, beberapa negara penghasil migas ingin fokus pada perluasan teknologi penangkap karbon, bukan membatasi bahan bakar fosil secara langsung.
Jaber menepis anggapan bahwa teknologi tersebut merupakan celah untuk terus menggunakan bahan bakar fosil.
Dia mengatakan, para ilmuwan telah mengonfirmasi perlunya memperluas teknologi penangkap emisi karbon untuk mencapai tujuan iklim.
“Bukan saya yang mengatakan hal ini, namun para ilmuwan dan lembaga antar pemerintah yang bertanggung jawab dan juga fakta di lapangan,” ucap Jaber.
Baca juga: Presiden-Tertunjuk COP28 Desak Negara G20 Tunjukkan Solidaritas terhadap Aksi Iklim
Jaber pernah bekerja sama dengan utusan iklim AS John Kerry dan utusan iklim China Xie Zhenua.
Dia mengaku optimistis bahwa kedua negara penghasil emisi terbesar di dunia tersebut akan berpartisipasi positif dalam COP28.
Diplomasi iklim antara kedua negara tersebut sempat pada Agustus 2022. Namun, pada Juli tahun ini, Kerry dan Xie memulai kembali pembicaraan ketika mereka bertemu di Beijing, China.
Jaber menuturkan, dana yang disetujui negara-negara untuk diluncurkan pada COP27 di Mesir tahun lalu untuk membantu negara-negara miskin mengatasi kerusakan permanen yang disebabkan oleh bencana iklim harus dilaksanakan selama COP28.
Banyak negara yang berbeda pendapat mengenai cara merancang dana tersebut. Beberapa negara berpendapat, dana tersebut hanya diperuntukkan bagi negara-negara yang paling rentan.
Sedangkan sejumlah negara lain berpendapat, semua negara berkembang harus mendapatkan akses ke dana tersebut.
Baca juga: Menuju COP28, Menanti KTT Iklim yang Ambisius
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya