Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Indonesia Beri Masukan pada Konferensi Kesehatan Global Afrika

Kompas.com, 9 Oktober 2023, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pemangku kepentingan di bidang kesehatan global melakukan diskusi selama tiga hari membahas perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap kesehatan di Benua Afrika.

Marrakesh menjadi tuan rumah Konferensi Afrika II tentang Pengurangan Risiko Kesehatan-Kesehatan Global Afrika. Konferensi ini digelar oleh Pemerintah Maroko pada tanggal 27-29 September di bawah naungan Raja Maroko Mohammed VI.

Para pemimpin administratif, ahli, hingga profesional dari Afrika dan benua lain mengambil bagian dalam konferensi yang bertujuan untuk mengurangi risiko yang mengancam kesehatan umum.

Para ahli fokus pada pengurangan risiko kesehatan yang terutama berasal dari penyalahgunaan zat, masalah air, dan lingkungan.

Baca juga: Pijar Foundation dan Google Gelar GFF 2023, Perkuat Sistem Kesehatan

Pada konferensi global ini, para akademisi asal Indonesia diundang untuk memberikan masukan dan kontribusi. Salah satu pakar tersebut adalah Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Rumadi Ahmadi.

Rumadi menyampaikan komitmen Indonesia pada program Pengurangan Risiko Kesehatan.

"Indonesia, merupakan negara terbesar berpenduduk muslim. Komitmen utamanya adalah memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi umat manusia, termasuk di bidang kesehatan, dan pelestarian lingkungan. Ini adalah sebagai bagian dari ajaran Islam," kata Rumadi dalam rilis pers, Senin (9/10/2023).

Di Indonesia memiliki organisasi keagamaan yang bernama Nahdlatul Ulama (NU). Menurutnya, NU sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia, telah menggunakan pendekatan pengurangan dampak buruk untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia.

Pesatnya pembangunan yang terjadi di suatu negara juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Transformasi Kesehatan Perlu Perhatikan Kelompok Rentan

Secara khusus Rumadi memberikan solusi pengurangan bahaya kesehatan dari dampak merokok dengan cara menggunakan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, kantong nikotin dan rokok elektronik.

Solusi ini disampaikan dengan pertimbangan adanya kenaikan prevalensi dari 27 persen pada tahun 1995 menjadi 36,3 persen pada tahun 2018 di Indonesia.

Menurutnya produk tembakau alternatif mampu menciptakan nilai ekonomi yang signifikan dari industri serta memiliki manfaat bagi kesehatan publik.

“Kami akan terus menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai pengurangan dampak buruk lingkungan dan tembakau, serta isu-isu strategis nasional lainnya melalui jaringan kami yang luas untuk memastikan implementasi kebijakan dari tingkat akar rumput,” ungkap Rumadi.

Baca juga: Layanan Kesehatan Primer Negara Berkembang Butuh Rp 3.097 Triliun

Acara di Marrakesh dihadiri oleh para ahli dari seluruh dunia dan tokoh-tokoh dari sektor kesehatan benua Afrika, seperti Morgan Chetty, presiden "Koalisi Kesehatan Dokter Kwazulu Natal" dari Afrika Selatan, Amit N. Thakker, CEO Afrika Health Business dari Kenya, Tendai Mhizha, konsultan internasional dan penasihat strategis dari Zimbabwe, dan Salah Daak, konsultan internasional dan penasihat strategis dari Sudan.

Kemudian Marie Claire Makuza, koordinator Universal Health Coverage dari Zambia; Patrick Luwaga, kepala Jaringan Klinis di After Action Tinjau Layanan Kesehatan dari Uganda, dan Koleka Mlisana, kepala Departemen Mikrobiologi di Universitas Kwazulu Natal di Afrika Selatan; dan Dr Rania Mamdouh, psikiater di Universitas Kairo di Mesir.

Panel yang telah dibahas adalah "Pengurangan Dampak Kesehatan dan Lingkungan: Kualitas Udara, Pemanasan Global, Penyakit Pernapasan", "Nutrisi dan Pendidikan Kesehatan: Perspektif Selatan-Selatan di Masa Depan ", "Air Minum: Investasi dan Modal Kontinental", dan "Pengurangan Risiko dan Ekosistem Masa Depan Afrika".

Baca juga: Dukung Penguatan Kesehatan, Radjak Hospital Salemba Hadirkan Center of Excellent

Konferensi lahir dari keinginan para ahli Afrika untuk bersatu dan menyatukan masyarakat Afrika dalam bidang kesehatan mereka.

Konferensi ini menyatukan para ahli Afrika yang tertarik untuk berkontribusi terhadap pembangunan benua tersebut menuju kebijakan kesehatan masyarakat yang berdaulat.

Hal ini juga sekaligus menangani lanskap kesehatan dalam seluruh aspek organik, ekonomi, sosial, pendidikan, identitas, dan budaya; sesuai dengan realitas spesifik benua tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Pemerintah
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Swasta
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem 'Waste-to-Energy'
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem "Waste-to-Energy"
BUMN
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Pemerintah
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
LSM/Figur
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Advertorial
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
LSM/Figur
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Pemerintah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
LSM/Figur
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Pemerintah
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
Mikroplastik di Air Hujan hingga Pakaian, Produsen Didesak Ikut Tanggung Jawab
LSM/Figur
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
Sawit Masuk Tesso Nilo, Gajah–Harimau Terjepit, Reputasi Indonesia Terancam
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau