KOMPAS.com – September tahun ini dilaporkan menjadi September terpanas sepanjang sejarah pencatatan yang dilakukan oleh lembaga kelautan dan atmosfer AS, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA), dalam 174 tahun.
Ahli iklim NOAA Ellen Bartow-Gillies mengatakan, suhu rata-rata September tahun ini mengalahkan rekor-rekor sebelumnya.
“Ini adalah rekor bulan September terpanas, namun juga mengalahkan rekor bulan September sebelumnya, yaitu pada tahun 2020, sebesar 0,46 derajat celsius,” kata Bartow-Gillies, sebagaimana dilansir NPR, Sabtu (14/10/2023).
Baca juga: Suhu Naik Terus, 2023 Bakal Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Selain itu, suhu September 2023 lebih hangat bila dibandingkan dengan rata-rata bulan Juli pada tahun 2001 hingga 2010.
Bartow-Gillies menyampaikan, ada dua faktor utama yang menyebabkan Ssptember 2023 menjadi September terpanas sepangang sejarah.
Kedua faktor utama tersebut adalah perubahan iklim dan fenomena El Nino.
Suhu panas pada September memengaruhi orang-orang di seluruh dunia, bahkan di belahan bumi selatan yang sedang mengalami musim dingin, bukan musim panas.
Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Semarang 36,6 Derajat Celsius
NOAA melaporkan, beberapa wilayah yakni Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Afrika mengalami rekor suhu terpanas di bulan September.
Laporan terbaru dari World Weather Attribution Group juga menemukan adanya keterkaitan antara panas yang terjadi di Amerika Selatan dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
World Weather Attribution Group adalah sebuah organisasi penelitian yang bermitra dengan Imperial College dan Royal Dutch Meteorological Institute.
“Di seluruh dunia, kita melihat tren panas ini bertahan lebih lama dari yang seharusnya secara klimatologis,” kata Bartow-Gillies.
Baca juga: 98 Persen Manusia di Bumi Rasakan 3 Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah
Laporan NOAA juga menemukan bahwa Antarktika mengalami suhu terpanas pada September hingga saat ini, sehingga menyebabkan es laut mengalami rekor terendahnya.
Dan laporan tersebut menemukan bahwa suhu permukaan laut sangat tinggi.
Lautan yang lebih hangat turut memicu badai yang lebih hebat dari New York City, AS hingga Libya, dimana jebolnya bendungan menyebabkan ribuan kematian.
Panasnya suhu pada September mengejutkan banyak orang, termasuk ilmuwan iklim Bernadette Woods Placky dari Climate Central yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Baca juga: NASA: Juli 2023 Jadi Bulan Terpanas Sejak 1880
“Laporan seperti ini benar-benar menunjukkan pentingnya memajukan aksi iklim kita,” kata Placky.
Dia menggarisbawahi bahwa cara utama yang perlu dilakukan adalah memangkas emisi, termasuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, serta mengubah cara masyarakat mengelola lahan.
“Kita sudah memiliki beberapa solusi iklim luar biasa dan beberapa orang hebat yang berupaya mengatasi hal ini di seluruh dunia,” ujar Placky.
“Kita hanya perlu melakukannya lebih cepat, dan kita perlu melakukannya lebih besar,” sambungnya.
Baca juga: Juli 2023 Dinobatkan Sebagai Bulan Terpanas, Darat dan Laut Dilanda Suhu Tinggi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya