KOMPAS.com – 2023 diprediksi akan menjadi tahun terpanas sejak sejarah pencatatan dilakukan pada 1850-an.
Prediksi tersebut dirilis oleh layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Union's Copernicus Climate Change Service (C3S).
Itu artinya, tahun ini bakal menjadi tahun terpanas sejak pencatatan suhu dilakukan pada 173 tahun lalu atau 17 abad yang lalu.
Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Semarang 36,6 Derajat Celsius
C3S melaporkan, September 2023 merupakan bulan September terpanas yang pernah tercatat sejarah dunia.
Rata-rata suhu udara permukaan selama September 2023 sebesar 16,38 derajat celsius, lebih hangat 0,93 derajat celsius di atas rata-rata bulan September tahun 1991-2020.
Suhu rata-rata September 2023 juga 0,5 derajat celsius lebih tinggi di atas rekor suhu September terpanas sebelumnya, yakni pada 2020.
Bila diperbandingkan lebih jauh lagi, suhu rata-rata September 2023 lebih panas 1,75 derajat celsius dibandingkan suhu rata-rata bulan September pada 1850-1900, yang merupakan periode referensi pra-industri.
Baca juga: 98 Persen Manusia di Bumi Rasakan 3 Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah
Di sisi lain, suhu Januari-September 2023 0,05 derajat celsius juga lebih tinggi dibandingkan periode serupa pada rekor terpanas sebelumnya yaitu tahun 2016.
Suhu rata-rata global sepanjang tahun ini 1,40 derajat celsius lebih panas dibandingkan rata-rata suhu pra-industri, yakni antara 1850 hingga 1900.
Wakil Direktur C3S Samantha Burgess menuturkan, ambisi untuk melakukan aksi iklim secepatnya adalah hal urgen yang saat ini sangat dibutuhkan.
Laporan tersebut diterbitkan C3S dua bulan sebelum KTT Iklim PBB COP28 digelar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Baca juga: NASA: Juli 2023 Jadi Bulan Terpanas Sejak 1880
Dilansir dari DW, suhu Bumi yang selalu meningkat dari waktu ke waktu disebabkan oleh perubahan iklim karena aktivitas manusia.
Pembakaran bahan bakar fosil, alih fungsi lahan, penggundulan hutan dan lain sebagainya telah melepaskan banyak emisi gas rumah kaca (GRK) yang memerangkan lebih banyak panas matahari, memicu pemanasan global dan perubahan iklim.
Selain suhu panas, perubahan iklim juga menyebabkan cuaca ekstrem semakin intens terjadi seperti gelombang panas, badai, banjir bandang, dan kekeringan.
Terlebih lagi, tahun ini fenomena El Nino kembali terjadi. Sebuah siklus di mana pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Baca juga: Lautan Kembali Pecahkan Rekor Terpanas, Bahaya Besar Mengintai
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya