Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Naik Terus, 2023 Bakal Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah

Kompas.com, 6 Oktober 2023, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – 2023 diprediksi akan menjadi tahun terpanas sejak sejarah pencatatan dilakukan pada 1850-an.

Prediksi tersebut dirilis oleh layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Union's Copernicus Climate Change Service (C3S).

Itu artinya, tahun ini bakal menjadi tahun terpanas sejak pencatatan suhu dilakukan pada 173 tahun lalu atau 17 abad yang lalu.

Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Semarang 36,6 Derajat Celsius

C3S melaporkan, September 2023 merupakan bulan September terpanas yang pernah tercatat sejarah dunia.

Rata-rata suhu udara permukaan selama September 2023 sebesar 16,38 derajat celsius, lebih hangat 0,93 derajat celsius di atas rata-rata bulan September tahun 1991-2020.

Suhu rata-rata September 2023 juga 0,5 derajat celsius lebih tinggi di atas rekor suhu September terpanas sebelumnya, yakni pada 2020.

Bila diperbandingkan lebih jauh lagi, suhu rata-rata September 2023 lebih panas 1,75 derajat celsius dibandingkan suhu rata-rata bulan September pada 1850-1900, yang merupakan periode referensi pra-industri.

Baca juga: 98 Persen Manusia di Bumi Rasakan 3 Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah

Di sisi lain, suhu Januari-September 2023 0,05 derajat celsius juga lebih tinggi dibandingkan periode serupa pada rekor terpanas sebelumnya yaitu tahun 2016.

Suhu rata-rata global sepanjang tahun ini 1,40 derajat celsius lebih panas dibandingkan rata-rata suhu pra-industri, yakni antara 1850 hingga 1900.

Wakil Direktur C3S Samantha Burgess menuturkan, ambisi untuk melakukan aksi iklim secepatnya adalah hal urgen yang saat ini sangat dibutuhkan.

Laporan tersebut diterbitkan C3S dua bulan sebelum KTT Iklim PBB COP28 digelar di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Baca juga: NASA: Juli 2023 Jadi Bulan Terpanas Sejak 1880

Dilansir dari DW, suhu Bumi yang selalu meningkat dari waktu ke waktu disebabkan oleh perubahan iklim karena aktivitas manusia.

Pembakaran bahan bakar fosil, alih fungsi lahan, penggundulan hutan dan lain sebagainya telah melepaskan banyak emisi gas rumah kaca (GRK) yang memerangkan lebih banyak panas matahari, memicu pemanasan global dan perubahan iklim.

Selain suhu panas, perubahan iklim juga menyebabkan cuaca ekstrem semakin intens terjadi seperti gelombang panas, badai, banjir bandang, dan kekeringan.

Terlebih lagi, tahun ini fenomena El Nino kembali terjadi. Sebuah siklus di mana pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Baca juga: Lautan Kembali Pecahkan Rekor Terpanas, Bahaya Besar Mengintai

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau