KUPANG, KOMPAS.com - Sorot mata Sebastianus Sabar Susah (51) terus menatap tajam ke dalam bak penampung air yang dibangun PT Pertamina di Desa Tendambepa, Kecamatan Nangapenda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (19/10/2023).
Mengenakan kaos berkerah berwarna biru muda dan celana kain hitam, pria berkulit gelap itu duduk persis di atas bak, sembari melihat air yang mengalir dari ujung pipa masuk ke bak berkapasitas 32.000 liter.
Seolah tak mau berkedip, tokoh masyarakat Desa Tendambepa tersebut, masih belum percaya sumber air kini sudah berada di tengah permukiman warga.
Sebastianus masih mengingat jelas perjuangannya dan warga lainnya memperoleh air bersih. Mereka harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer ke sumber mata air dengan debit yang lebih besar.
Masing-masing membawa dua jeriken berukuran lima liter, Sebastianus dan warga lainnya bergerak menuju sumber mata air. Mereka berjalan ekstra hati-hati di pinggir jurang, karena sedikit terpeleset nyawa bakal melayang.
Tak mudah untuk menaklukan jalan menuju sumber mata air, karena topografi jalan curam. Letak Desa Tendambepa berada di puncak bukit. Sedangkan sumber mata air berada di lembah.
Baca juga: WWF Jadi Momentum Tingkatkan Akses Air Minum
Menurun bukit terjal sudah jadi kebiasaan Sebastianus. Keringat mengucur deras di tubuh. Sesekali mereka beristirahat, saat pulang mendaki punggung bukit menuju perkampungan sambil membawa jeriken berisi air. Rutinitas itu sudah berlangsung lama sejak Sebastianus kecil.
Bagi sebastianus, tidak ada pilihan lain untuk mendapatkan air bersih. Sebagai petani lahan kering dengan penghasilan pas-pasan, ia tidak sanggup membeli air bersih. Karena untuk memesan satu tangki air ukuran 5.000 liter tarifnya mencapai Rp 800.000.
"Memang ada sumber air yang berada di dekat kantor desa. Tapi debitnya sangat terbatas. Pada musim kemarau seperti ini, airnya kering sehingga kami jalan turun gunung yang terjal untuk cari air," ungkap Sebastianus, saat bersama Kompas.com, berjalan kaki sejauh tiga kilometer menyusuri sudut jurang menuju sumber mata air di Desa Tendambepa, Kamis siang.
Selain itu, ratusan warga harus mengantre dari tengah malam hingga subuh di sumber mata air dengan debit terbatas. Akibatnya, banyak warga yang tak kebagian. Kalau pun dapat, air sudah keruh penuh lumpur.
Kesulitan Sebastianus dan warga lainnya untuk mengakses air bersih akhirnya terjawab saat PT Pertamina hadir melalui bantuan Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).
Bantuan itu berupa broncaptering serta instalasi perpipaan menggunakan sistem hidrolik dan listrik, yang didorong dari sumber mata air di dataran rendah ke permukiman warga yang berada di puncak bukit.
Baca juga: Empat Isu Air Penting Dibahas pada WWF 2024
Meski bantuan telah ada di depan mata, Sebastianus bersama warga dan aparat desa setempat belum yakin bisa mendapatkan air.
"Semua warga di sini sempat ragu. Bagaimana mungkin air dari bawah bisa ditarik sampai atas bukit sini," ujar Sebastianus sambil tertawa lepas.
Keraguan warga akhirnya terjawab. Kini mereka tidak lagi harus jalan jauh untuk mencari air. Sumber air telah berada persis di depan rumah.
"Kalau dulu kita tidak mandi selama tiga sampai empat hari masih rasa nyaman saja. Sekarang, setelah ada air, tidak mandi seharian rasanya tidak nyaman. Mau mandi jam berapa saja sudah ada air sekarang," ujarnya.
Cuci muka dengan air embun
Kondisi yang sama juga dirasakan beberapa aparat desa lainnya seperti Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat dan Pelayanan Desa Tendambepa Fransiskus Mari Lado (32).
Dia menceritakan pengalamannya ketika duduk di bangku SD dan SMP. Karena tak ada air, Fransiskus terpaksa membasuh wajahnya menggunakan air embun yang menempel di dedaunan saat berangkat ke sekolah.
"Di mana ada embun yang banyak di daun atau rumput, saya ambil dan tempel di muka (wajah). Saya pakai cuci muka. Itu hampir tiap hari saat mau ke sekolah," ungkap Fransiskus.
Walaupun kulit wajah terasa gatal, Fransiskus tak merasa risih. Semua itu dilakukan agar bisa terlihat bersih oleh guru-gurunya.
Menurut Fransiskus, untuk mandi dan mencuci pakaian, mereka menggunakan air hujan yang ditadah pada tempat penampungan. Namun karena stok air hujannya habis, embun lah solusinya.
Baca juga: Pemerintah Perlu Galakkan Gerakan Hemat Air untuk Tangani Krisis
Sementara untuk ke sumber mata air, jaraknya jauh, sehingga karena takut terlambat sekolah, akhirnya embun jadi pilihan terakhir.
Kalau pun mendapat air, maupun air hujan, Fransiskus dan teman-temannya harus membawa satu jeriken ke sekolah. Semua anak wajib bawa air ke sekolah. Praktik itu berlangsung hingga saat ini.
Pada tahun 2020, Fransiskus bersama perangkat desa lainnya, membuat proposal yang isinya meminta bantuan air bersih.
Proposal itu diserahkan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Ende, dengan tembusan ke Bupati Ende.
Penyerahan proposal itu bertepatan dengan merebaknya Covid-19. Alhasil, prosesnya berlangsung lama dan tak menentu.
"Saat itu Covid-19, jadi waktu ke kantor, kami hanya simpan proposal di luar dan selanjutnya diambil petugas," ungkap Fransiskus.
Karena tak ada kejelasan, sebulan kemudian, mereka kembali lagi membawa proposal dengan format yang sama ke kantor yang sama.
"Proposal itu kami bawa bukan satu kali, tapi hampir setiap bulan kami bawa. Sampai - sampai pegawai kantor bosan lihat kami," kata dia.
Semua itu dilakukan agar mendapat atensi dari pemerintah. Gayung pun bersambut. Proposal itu sampai ke PT Pertamina (Persero).
Pada akhir bulan Agustus 2022, sejumlah petugas Pertamina Ende turun ke Desa Tendambepa untuk survei dan cocokan data dengan proposal yang diajukan.
Kemudian, bulan November 2022 pihak Pertamina pusat datang bersama Yayasan Baitul Hikmah, langsung survei mata air.
"Ada enam sumber mata air yang disurvei. Kami merekomendasikan sumber mata air debit besar, tetapi mungkin karena terlalu jauh, maka akhirnya dipilih yang sekarang," kata Fransiskus.
Selanjutnya bulan Maret 2023, digelar pertemuan dan sosialisasi dengan warga, mulai anak muda, perempuan dan orangtua.
Pada 7 Maret 2023 peletakan batu pertama. Semua dikerjakan mulai dari Maret hingga rampung di bulan Mei 2023.
Tuntaskan stunting dengan air bersih
Fransiskus menjelaskan, salah satu penyebab masalah stunting di Desa Tendambepa karena faktor air bersih dan sanitasi yang buruk.
Sehingga dengan adanya sarana air bersih bantuan Pertamina, Pemerintah Desa Tendambepa akan berusaha untuk menjadikan desa mereka bebas dari stunting.
Dia menuturkan, pada tahun 2020 di desanya ada 14 anak usia di bawah lima tahun (balita) yang masuk kategori stunting.
Turunnya angka stunting, setelah pihaknya memberikan makanan tambahan yang dialokasikan dari dana desa setiap tahunnya.
Makanan tambahan yang diberikan berupa kacang hijau, telur dan susu untuk balita dan juga vitamin dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) setempat.
Bukan hanya intervensi makanan, aparat desa dan petugas kesehatan berupaya mencegah stunting dengan memberikan makanan bergizi dan susu untuk ibu hamil.
"Melihat kondisi ini, apalagi sudah ada air bersih di depan mata kami, maka target kami, desa ini akan bebas stunting," ujar Fransiskus.
583 jiwa nikmati air bersih
Kepala Desa Tendambepa Kanisius Durben mengatakan, jumlah penduduk di wilayahnya sebanyak 778 jiwa.
Warga yang mendapat bantuan sarana air bersih ini sebanyak 583 jiwa atau 127 kepala keluarga.
"Mereka tersebar di dua dusun yakni Dusun I Oja dan Dusun II Nanggepanda," kata Kanisius.
Selain untuk warga, air bersih ini juga diperuntukan untuk fasilitas umum lainnya seperti satu Taman Kanak-kanak, satu Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Puskesmas Pembantu dan Gereja.
Dia menjelaskan, sarana dan prasarana penyediaan air bersih yang telah dibangun yakni tiga unit bak kaptering, dua unit bak reservoir dengan sistem perpipaan dan empat unit tugu keran yang dilengkapi dengan meteran air.
Sumber air yang digunakan berada di bagian barat wilayah desa dengan permukaan lebih rendah dari permukiman warga.
Di wilayah tersebut terdapat tiga titik sumber mata air yang dibangun dengan tiga unit bak kaptering dan perpipaan menggunakan sistem grafitasi menuju bak reservoir yang berlokasi di Wolotende.
Kemudian, dilanjutkan dengan sistem pemompaan untuk mengangkat air dengan jarak sekitar 500 meter menuju bak reservoir di permukaan paling tinggi yang berada di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Nangapanda.
Dari bak itu, kemudian diteruskan menuju tugu keran yang berada di dua dusun.
Agar program ini tetap berlanjut, pihaknya telah membentuk Kelompok Pengelola Sistem Persediaan Air Minum (KPSPAM) dan telah dibekali dengan pelatihan yang difasilitasi oleh yayasan Baitul Hikmah.
"Untuk menyedot air ini harus menggunakan listrik, sehingga setiap kepala keluarga kita wajibkan menyetor Rp 15.000 per bulan untuk biaya pulsa listrik," ucap Kanisius..
Dia pun berterima kasih kepada pihak Pertamina yang telah memberikan perhatian kepada warganya.
"Program CSR Pertamina sangat membantu kami masyarakat Desa Tendambepa, terutama dua dusun ini," katanya.
Anak-anak juga lanjut Kanisius, tidak lagi membawa air satu jeriken setiap paginya saat ke sekolah.
"Akhirnya, penderitaan kami selama bertahun-tahun yang hampir tidak bisa terpecahkan dari waktu ke waktu bisa selesai," ujar Kanisius.
Apresiasi Pemerintah Daerah Ende
Bupati Ende Djafar Achmad meresmikan sarana air bersih di Desa Tendambepa, pada Selasa (05/09/2023) lalu.
Djafar mengapresiasi PT Pertamina (Persero) dan juga Yayasan Baitul Hikmah karena telah peduli dan memberikan kontribusi dalam penanganan permasalahan air bersih dan sanitasi di wilayah Kabupaten Ende.
"Saya sendiri yang meresmikan bantuan CSR Pertamina itu," kata Djafar, kepada Kompas.com, di Ende, Minggu (22/10/2023).
Djafar berharap, masyarakat Desa Tendambepa merawat dan menjaga sarana yang telah dibangun ini, agar dapat memenuhi kebutuhan air minum dalam jangka waktu yang lama.
"Kami juga mengharapkan kepada Pertamina, agar tetap memperhatikan Ende, terutama pada kantong-kantong kemiskinan dan stunting," imbuhnya.
Area Manager Communication, Relation & CSR Ahad Rahedi menambahkan, bantuan yang diberikan berupa pembangunan bak tampung serta pipanisasi pendukungnya.
"Sekarang sumber air bersih sudah lebih mudah didistribusikan dan bisa dirasakan manfaatnya lebih cepat oleh warga Desa Tendambepa untuk minum, cuci dan kebutuhan rumah tangga lainnya,” kata dia.
Selain infrastruktur, Pertamina juga memberikan beberapa pelatihan atau edukasi kepada warga untuk mengelola air dan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang bekerja sama dengan petugas Puskesmas di Desa Tendambepa.
"Kami berharap ke depannya program ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dikelola dengan baik demi kepentingan seluruh warga Desa Tendambepa,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya