Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Air Virtual dalam Peta Ketahanan Pangan

Kompas.com - 23/10/2023, 16:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut dia, ketika suatu negara terlibat dalam perdagangan produk pertanian, secara tidak langsung juga terlibat dalam perdagangan air virtual yang tertanam dalam produksi komoditas tersebut.

Meskipun perdagangan air virtual mengikuti teori perdagangan internasional di mana produk pangan diproduksi di wilayah dengan sumber daya yang cukup, konsep ini pada dasarnya bukan sesuatu yang buruk dan merupakan praktik yang wajar.

Masalahnya, kelangkaan air mengharuskan kita mempertimbangkan nilai air yang kita ekspor dan impor.

Masih tingginya jejak air yang digunakan dalam produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia juga merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian serius.

Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya air, diperlukan upaya perbaikan dalam teknologi dan teknik bercocok tanam.

Fakta bahwa sekitar 90 persen air virtual digunakan dalam proses produksi pertanian seharusnya memungkinkan Indonesia untuk menjadi eksportir produk-produk pertanian.

Sayangnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia masih “nyaman” menjadi negara pengimpor bahan pangan seperti kedelai, beras, kacang tanah, kacang hijau jagung, dan ubi jalar.

Pada 2022, jumlah impor gandum dan meslin menempati peringkat teratas, diikuti impor gula dan keledai. Dalam tiga tahun terakhir, volume impor bahan makanan dan minuman cenderung meningkat.

Meskipun dinilai penting, pengelolaan air virtual untuk memperpendek rekam jejak air belum menjadi prioritas perbaikan tata kelola air dalam RPJPN 2025-2045.

Proses perencanaan masih terpaku pada ketersediaan air baku secara umum. Ini tentu sangat riskan mengingat penggunaan air dalam sektor pangan sering tumpang tindih dengan kebutuhan vital sektor lainnya.

Sebagai contoh, penggunaan air untuk mendinginkan pusat-pusat data perusahaan teknologi dapat mengurangi ketersediaan air untuk produksi komoditas pangan primer.

Meskipun pendekatan penggunaan pendinginan cairan dalam pusat data dianggap lebih efisien dalam mentransfer panas dan mengurangi biaya energi listrik, hal ini juga berarti peningkatan konsumsi air.

Pusat data, terutama yang dimiliki oleh perusahaan teknologi raksasa seperti Meta atau Google, intens meningkatkan konsumsi air mereka, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pasokan air komunal (The Oregonian, 2022).

Dampaknya, muncul konflik kepentingan antara pengguna air lokal dan perusahaan pusat data yang beroperasi dalam skala besar.

Ini menggambarkan perluasan tantangan dalam manajemen air, di mana berbagai sektor bersaing untuk akses ke sumber daya air yang terbatas.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau