KOMPAS.com – Pemerintah dan kepala daerah diminta untuk lebih memperhatikan indikator intervensi sensitif untuk menangani stunting.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Dia meminta pemerintah daerah memperhatikan indikator-indikator yang bersifat sensitif untuk menurunkan stunting.
Baca juga: Daerah Tinggi Kasus Stunting Jadi Fokus Instalasi Air Bersih
“Bahwa desa harus stop buang air besar sembarangan, sanitasi berbasis masyarakat harus dikembangkan, dan kebersihan lingkungan, air bersih itu penting untuk mencegah stunting,” kata Hasto, sebagaimana dilansir Antara.
Hasto juga menekankan pentingnya peran kepala desa dan tim pendamping keluarga untuk memantau pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan makanan pendamping ASI (MPAS).
Pemantauan pemberian ASI eksklusif dan MPASI tersebut utamanya pada bayi umur enam bulan, karena masa-masa itu adalah periode emas pembentukan otak anak.
“Dan makanan pendamping untuk ibu hamil perlu diperhatikan dan dipantau juga oleh kepala desa dan tim pendamping keluarga,” ucap Hasto.
Dia menuturkan, tim pendamping keluarga tersebut minimal terdiri atas tiga personel yakni satu orang bidan, satu orang Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), dan satu orang kader Keluarga Berencana.
Baca juga: Kurangnya Koordinasi Antarlembaga Jadi Kendala Turunkan Kasus Stunting
Hasto menambahkan, inovasi dari desa juga penting untuk menurunkan angka stunting, utamanya yang melibatkan gotong royong masyarakat.
“Inovasi menjadi kunci. Kemarin saya ke Lampung, saya senang karena ada inovasi yang baik, kepala desa mengumpulkan uang Rp 1.000 per hari untuk mendanai anak-anak stunting,” tutur Hasto.
Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti menyampaikan, percepatan penurunan stunting dilakukan melalui pembelajaran praktik-praktik baik oleh daerah yang berhasil menurunkan angka stunting.
Dia berucap, praktik-praktik baik penurunan stunting, utamanya pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), meliputi tiga kegiatan.
Pertama, komitmen desa atau kelurahan dan aksi bersama untuk memenuhi layanan dalam rangka penyelamatan 1.000 HPK.
Baca juga: Turunkan Angka Stunting Indonesia lewat Makanan yang Terjangkau
Kedua, diseminasi praktik baik desa dalam rangka penyelamatan 1.000 HPK untuk percepatan penurunan stunting melalui siniar BKKBN yang saat ini memasuki seri keenam, yakni desa atau kelurahan bebas stunting.
Ketiga, penerbitan kompilasi artikel, narasi, pratik baik desa atau kelurahan bebas stunting di 1.000 HPK dalam bentuk kumpulan kisah desa atau kelurahan bebas stunting.
Kriteria desa atau kelurahan yang ditetapkan sebagai lokasi praktik baik yakni wilayah yang berhasil menurunkan stunting secara signifikan.
Selain itu, mendapatkan dukungan anggaran yang tercantum dalam dokumen perencanaan anggaran desa atau anggaran pendapatan dan belanja desa.
Desa atau kelurahan yang dipilih sebagai lokasi praktik baik penurunan stunting juga harus memiliki inovasi yang menjadi solusi untuk menurunkan angka stunting.
Baca juga: TBC Jadi Salah Satu Penyebab Anak Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya