Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Memahami Ekonomi Hijau dan Biru

Kompas.com - 05/11/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA saat deklarasi Mahfud MD sebagai calon wakil presiden dari PDIP dan partai koalisinya (PPP, Hanura, dan Perindo) di Jakarta beberapa waktu lalu, ada isu menarik dalam pidato calon presiden Ganjar Pranowo.

Ganjar menyebutkan dunia sedang menghadapi krisis iklim yang mengancam kehidupan manusia.

Oleh karena itu, pasangan tersebut bertekad memanfaatkan semua potensi alam Indonesia sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, namun tetap memastikan kelestariannya alamnya untuk generasi selanjutnya.

Selain itu, kata Ganjar, memajukan perekonomian adalah salah satu syarat utama yang harus kita miliki dan bisa wujudkan cita-cita masa depan melalui pembangunan ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi digital.

Dari pidato tersebut, yang perlu digarisbawahi adalah pembangunan ekonomi hijau dan ekonomi biru. Apa yang dimaksud dan apa beda dari keduanya?

Pembangunan Ekonomi Hijau

Ekonomi hijau menjadi salah satu gagasan ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan serta kesetaraan sosial masyarakat. Selain itu mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan.

Gagasan ekonomi ini juga diartikan sebagai perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbondioksida terhadap lingkungan sekitar.

Secara sederhana, ekonomi hijau (green economy) diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pembatasan sumber daya alam dan rendah karbon.

Sementara pertumbuhan ekonomi hijau atau biasa disebut green growth merupakan pertumbuhan ekonomi yang tangguh dengan tidak mengesampingkan permasalahan lingkungan, mengedepankan pembangunan rendah karbon serta inklusif secara sosial.

Kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi hijau dimulai dari negara Inggris pada 1989 dengan industri maju yang mulai berdampak negatif terhadap lingkungan.

Setiap kegiatan ekonomi, khususnya pembangunan pusat-pusat industri baru harus mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang dalam istilah popular sekarang disebut ramah lingkungan.

Pada 2010, pemerintah Indonesia mengartikan pertumbuhan ekonomi hijau sebagai paradigma pembangunan dengan pendekatan efisiensi sumber daya dan penekanan kuat dalam internalisasi biaya dari penipisan sumber daya alam.

Selain itu adanya degradasi lingkungan membuat layaknya penerapan ekonomi hijau di Indonesia sebagai sistem untuk mengurangi kemiskinan untuk menciptakan lapangan kerja.

Sementara itu, salah satu unit lembaga PBB yang mengurusi program lingkungan (UNEP/United Nation Enviroment Programme) menganggap bahwa ekonomi hijau sebagai sistem kegiatan ekonomi, berkaitan dengan distribusi, produksi dan konsumsi barang hingga jasa yang memperoleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Meskipun tanpa menyebabkan generasi mendatang menghadapi risiko lingkungan yang signifikan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

LSM/Figur
Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau