Di sisi lain, lanjut Elgendy, mereka juga mengadopsi apa yang disebutnya sebagai pendekatan iklim yang “tidak lazim”.
“Di mana kuncinya bukanlah mengurangi karbon, namun mengelola karbon. Menggunakannya kembali dan mendaur ulangnya dan pada akhirnya kami akan menyimpannya di bawah tanah,” tuturnya.
Baca juga: Presiden-Tertunjuk COP28 Desak Negara G20 Tunjukkan Solidaritas terhadap Aksi Iklim
Bukannya langsung berkomitmen mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, sejumlah perusahaan minyak raksasa menggembar-gemborkan teknologi yang sebelumnya terpinggirkan sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengurangi emisi.
Tekonolgi yang mereka usulkan tersebut tak lain dan tak bukan adalah penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).
CCS diterapkan untuk mencegah pelepasan emisi karbon dengan menyedot gas buang dari pembangkit listrik. Selain itu, ada CCS yang berfungsi menangkap emisi karbon langsung dari udara.
Emisi karbon yang ditangkap akan disimpan di dalam perut Bumi.
Kedua teknologi tersebut sebenarnya terbukti berhasil, namun masih jauh dari kematangan dan skalabilitas komersial.
Baca juga: Menuju COP28, Menanti KTT Iklim yang Ambisius
Perusahaan-perusahaan minyak dan gas juga getol mengampanyekan skema perdagangan kredit karbon.
Skema ini telah lama dikritik oleh aktivis lingkungan karena transparansi yang buruk, praktik licik, dan konflik kepentingan yang tertanam di dalamnya.
Menurut Elgendy, solusi-solusi yang diserukan perusahaan energi fosil tersebut membutuhkan waktu beberapa tahun agar bisa berjalan. Akan tetapi, manusia tidak punya banyak waktu lagi.
Pada September, Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa dunia harus segera meninggalkan energi fosil.
“Kita harus mengganti waktu yang terbuang dengan menyeret kaki, memutarbalikkan tangan, dan keserakahan dari kepentingan yang sudah mengakar dan meraup miliaran dollar AS dari bahan bakar fosil,” kata Guterres.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya