Perjanjian itu disebut akan melakukan evaluasi bersama implementasi CCS Hub di bagian barat laut Laut Jawa.
Evaluasi bersama tersebut mencakup penyusunan rencana untuk melakukan penjajakan kampanye pengeboran, yang akan memverifikasi kapasitas injeksi ke dalam akuifer asin atau saline aquifer yang ditargetkan.
CCS Hub yang sedang dievaluasi diharapkan menawarkan penyimpanan geologis dalam volume yang signifikan, yang dapat menangkap dan menginjeksikan karbon dioksida dari industri dalam negeri dan regional.
Senior Vice President ExxonMobil Corporation Jack P Williams merasa bangga berkolaborasi Pemerintah Indonesia.
Selain diharapkan dapat mengurangi emisi, kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan seluruh kawasan.
ExxonMobil sudah menginvestasikan 17 miliar dollar AS dalam inisiatif penurunan emisi sejak 2022 hingga 2027, termasuk upayanya untuk meningkatkan CCS.
Baca juga: Wujudkan NZE 2060 di Indonesia, Pertamina Teken MoU untuk Kembangkan Teknologi CCS/CCUS
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, rencana Pemerintah Indonesia untuk menerapkan teknologi penangkap dan penyimpan karbon dinilai tidak tepat.
Penilaian tersebut tertuang dalam studi terbaru berjudul "Meninjau Kelayakan Pembangunan Teknolgi Penangkap Karbon di Indonesia" yang dirilis oleh Yayasan Indonesia Cerah pada Oktober 2023.
Dua penulis dalam studi itu menyebutkan bahwa penangkap dan penyimpan karbon justru berpotensi memperpanjang usia PLTU batu bara, sekaligus memperpanjang peluang harga listrik.
Berkaca di sejumlah kasus, proyek penangkap dan penyimpan karbon mengalami berbagai kegagalan hingga akhirnya mangkrak yang pada akhirnya justru merugikan negara.
Baca juga: Implementasi Penangkap dan Penyimpan Karbon di Indonesia Dinilai Tidak Tepat
Selain itu, mangkraknya penangkap dan penyimpan karbon juga merugikan lingkungan serta masyarakat, dan mengesampingkan peluang negara untuk memaksimalkan pembangunan energi terbarukan.
Di samping itu, teknologi penangkap karbon juga dinilai tidak berdampak signifikan dalam menurunkan emisi dibandingkan energi terbarukan.
Teknologi penangkap karbon tidak benar-benar menghilangkan karbon, melainkan menangkap lalu penyimpan karbon dengan masa tertentu agar tidak menyebar ke atmosfer.
Saat disimpan, ada risiko kebocoran. Jika bocor, karbon yang ditangkap akan lepas ke atmosfer sehingga upaya penangkapannya pun menjadi sia-sia.
Jika pemerintah bergantung terhadap teknolgi penangkap karbon sebagai solusi mengurangi emisi, dikhawatirkan target dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sulit tercapai.
Baca juga: PLTS Terapung Cirata Pangkas Emisi Karbon 214.000 Ton per Tahun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya