Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Rahardjo
Komisaris Utama L&G Risk Solution

S2 Magister Manajemen UGM Yogjakarta (2007); The Chartered Insurance Institute College of Insurance London-UK (1998); Insurance Associateship The Institute Insurance of New Zealand (1997).
Kolumnis, Saksi Ahli litigasi perasuransian, narasumber media cetak nasional, online, elektronik, dan WEBINAR isu perasuransian.
Komisaris Utama L & G Risk Services (2006–sekarang).
Penerima penghargaan 10 Tokoh Asuransi di bidang edukasi dan literasi oleh STMA Trisakti 2022.
Pendiri KUPASI (Komunitas Penulis Asuransi Indonesia)
Penulis buku Tetralogi ROBOHNYA ASURANSI KAMI – Wanaartha Life (2023); Kresna Life (2021); Jiwasraya (2020); Bumiputera (2020)

Absennya Visi Kebencanaan Capres-Cawapres

Kompas.com - 14/11/2023, 16:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik yang berada di jalur cincin api “Asia Pacific Ring of Fire” dengan 127 gunung berapi aktif terbanyak di dunia, dan tiga negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau.

Indonesia menjadi negara paling rawan bencana kedua di dunia pada 2022. Menurut laporan World Risk Report 2023, Indonesia memiliki skor Indeks Risiko Global (WRI) sebesar 43,5 poin pada 2022.

Skor tersebut menempatkan Indonesia di posisi kedua tertinggi secara global. Sekitar 100 juta penduduk Indonesia berisiko terkena bencana alam.

Sebagian besar masyarakat tak mengetahui ancaman bencana dan tidak bersiap menghadapinya. Hingga gempa bumi diikuti tsunami melanda kembali upaya mitigasi dan kesiapasiagaan sangat minim dilakukan.

Korban akibat tsunami di Indonesia sangat besar jika dibandingkan, misalnya, dengan Jepang. Jumlah korban jiwa yang tinggi mencerminkan kurangnya sistem deteksi dan peringatan tsunami di Indonesia. Bahkan sejumlah peralatan deteksi tsunami dilaporkan rusak dan hilang.

Sebagian masyarakat kita masih meyakini bencana alam sesuatu yang tidak bisa dihindari dan tidak ada yang bisa dilakukan. Sebagian lagi menolak direlokasi dari daerah rawan gunung berapi karena dinilai mengandung tanah subur dan kekayaan mineral.

"Public Private Partnership"

Beberapa negara memberikan subsidi premi bagi asuransi bencana alam pada daerah rawan bencana.

Di beberapa negara pemerintah bermitra dengan industri asuransi untuk memberikan proteksi pada daerah yang sangat sulit diduga atau menjadi mahal bagi industri asuransi bila menanggungnya sendiri.

Skema asuransi gempa bumi di Turki (TCIP) bersifat wajib dengan larangan mendapatkan pinjaman bank setelah bencana bila tidak memiliki asuransi gempa. Pemerintah membayar selisih ganti rugi di atas kemampuan TCIP.

Japan Earthquake Reinsurance (JER) membayar penuh klaim gempa bumi hingga 104 juta Yen, kerugian hingga 691 juta yen pemerintah mengganti 50 persen, kerugian melebihi 6,2 triliun yen pemerintah mengganti 98,4 persen dan sisanya ditanggung asuransi swasta dan JER.

New Zealand Earthquake Commission (EQC) menjamin pemilik rumah secara otomatis dengan risiko gempa bumi bila memiliki polis asuransi kebakaran. Pemerintah menanggung kelebihan kemampuan EQC membayar.

Beberapa risiko yang tidak dapat ditanggung sendiri oleh industri asuransi dapat dilakukan bersama pemerintah dengan pola Public Private Partnership (PPP) untuk mengurangi dampak kerugian ekonomi akibat bencana.

Telah banyak wacana dan inisiatif dilakukan untuk membuat agar asuransi bencana dapat dilakukan dengan peran serta pemerintah, namun belum terwujud hingga sekarang meski risiko bencana alam sangat tinggi di Indonesia.

Indonesia kerap dilanda bencana atau tragedi yang menelan banyak korban serta kerugian harta benda. Termasuk potensi kerugian akibat gagal panen. Maka, pengembangan program asuransi wajib mendesak segera dilakukan.

Pemerintah perlu segera mewujudkan program asuransi wajib yang menjadi amanat UU 40/2014 tentang perasuransian di antaranya asuransi wajib gempa tsunami dan letusan gunung api.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com