KOMPAS.com - Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kalimantan Barat (Kalbar) sudah masuk dalam tahap darurat, khususnya sektor judi online, dan penipuan daring atau online scam.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenkopolhukam Rina P Soemarno di Pontianak, Senin (20/11/2023).
"Diperlukan arahan dan keputusan dari pemimpin tertinggi RI, yaitu Presiden. Di Kalbar korban TPPO berjumlah 70 orang berdasarkan sampel," kata Rina, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Tidak Boleh Ada Impunitas Bagi Pelaku Sindikat Perdagangan Orang
Dia menambahkan, Kalbar menjadi daerah penyumbang korban TPPO online scam terbesar ketiga setelah Sumatera Utara dan Sulawesi Utara.
Kasus online scam di Indonesia secara keseluruhan terus meningkat pesat. Berdasarkan data hingga akhir Oktober 2023 tercatat 3.347 kasus.
Pada 4 November 2023 sudah tercatat penindakan terhadap 935 kasus, termasuk di antaranya terdapat 1.049 tersangka dan 2.797 korban yang mendapatkan langkah penindakan.
Ironisnya, kasus TPPO justru paling banyak berasal dari kalangan yang berpendidikan tinggi dan universitas.
"Mereka juga berasal dari perkotaan dan paham teknologi informasi. Mereka dipekerjakan secara paksa di tempat-tempat di Asia Tenggara untuk melakukan kegiatan tidak benar bahkan menipu warga negaranya sendiri," tutur Rina.
Baca juga: Waspada, Pelaku Perdagangan Orang Mulai Incar Masyarakat Berpendidikan
Dalam Rapat Kabinet pada 30 Mei 2023, Presiden Joko Widodo memerintahkan gerak cepat mengatasi TPPO dengan penindakan hukum yang jelas terhadap pelaku dan restrukturisasi petugas.
"Kami mengidentifikasi permasalahan bahwa kasus TPPO mayoritas akibat dari penempatan pekerja migran Indonesia nonprosedural," ucap Rina.
Ia mengatakan, perlunya tindakan hukum untuk menjerat pelaku TPPO karena berkaitan erat dengan tindak pidana lain, termasuk tindak pidana korupsi, gratifikasi, suap, dan pencucian uang.
Sehingga, perlu upaya pencegahan yang besar dan berkelanjutan termasuk edukasi serta kesadaran diri.
"Isu ini tidak mudah untuk diberantas karena banyak korban yang merasa tidak menjadi korban, adanya korban yang menikmati sebagai korban," tutur Rina.
Baca juga: Libya, Eritrea, dan Yaman, 3 Negara dengan Perdagangan Orang Terburuk di Dunia
Dia menuturkan, korban malu mengaku sebagai korban. Selain itu, masyarakat terutama pemuda tidak mau percaya mengenai cerita korban.
"Mereka lebih percaya dengan situs medsos (media sosial) hal seperti ini sulit bagi kami untuk memberantas TPPO," ucapnya.
Bahkan saat ini, ada fenomena baru yakni penjualan organ tubuh seperti ginjal.
Rina menyampaikan, ada banyak laporan dari Kementerian Luar Negeri, perwakilan Indonesia di luar negeri, dan dari medsos mengenai fenomena tersebut ke Kemenkopolhukam.
"Hal ini mengharuskan kami melakukan rapat koordinasi bahkan langsung dipimpin Kemenkopolhukam sendiri untuk membahas dan mengkaji berbagai permasalahan yang terkait dengan TPPO," jelas Rina.
Baca juga: Tindak Pidana Perdagangan Orang Telan 1789 Korban, Ini Upaya Pemerintah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya