Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/11/2023, 21:26 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Selama dekade terakhir di Kairo, Mesir, salah satu kabar iklim paling penting yang mungkin belum pernah Anda dengar telah terjadi.

Kabar tersebut terjadi tahun 2014, ketika Mesir dihadapkan pada krisis energi yang terus menerus dengan rata-rata enam kali pemadaman listrik per hari.

Negara ini memutuskan untuk membatasi penggunaan energi dari industri yang menghasilkan emisi tinggi, dengan memotong aliran gas alam ke pabrik semen dan pupuk hingga hampir sepertiganya.

Pengurangan ini sama artinya dengan penutupan yang tidak direncanakan bagi perusahaan-perusahaan tersebut dan kerugian produksi yang signifikan.

Namun, dari momen krisis tersebut muncul-lah sebuah terobosan. Arabian Cement, salah satu perusahaan industri terbesar yang beroperasi di Mesir pada saat itu, mulai mencari cara untuk menggunakan energi secara lebih efisien.

Baca juga: Pengertian Penangkap dan Penyimpan Karbon: Cara Kerja serta Pro-Kontranya

Bekerja selama beberapa tahun ke depan dengan sejumlah mitra, Arabian Cement menerapkan kebijakan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 15 persen.

Mereka membuka fasilitas industri tenaga surya terbesar di Mesir. Saat ini, Arabian Cement dapat memberi listrik pada hampir 3.000 rumah per tahun hanya dengan energi yang dihematnya.

Tentu saja, hal ini penting dalam konteks Arabian Cement dan jejak iklimnya. Namun secara lebih luas, hal ini mewakili cetak biru upaya yang perlu dilakukan di seluruh negara berkembang untuk merespons krisis iklim.

Kita harus mengubah “bisnis seperti biasa” alias business as usual di sektor-sektor dengan emisi tinggi seperti semen, baja, dan bahan kimia.

Kita harus fokus pada negara-negara berkembang, di mana potensi perubahan transformasional paling besar disebabkan oleh pertumbuhan yang pesat.

Dan kita harus memanfaatkan pendanaan iklim dan menyediakan pembiayaan berbiaya rendah agar proyek-proyek ini dapat dilaksanakan.

Seperti kita ketahui, industri berat saat ini menyumbang sekitar sepertiga penggunaan energi global dan seperempat emisi GRK global.

Baca juga: Perdagangan Karbon Bukan Solusi Dekarbonisasi, Awasi Ketat Cegah Greenwashing

Emisi karbon dari sektor ini perlu diturunkan sebesar 93 persen pada tahun 2050 untuk mencapai emisi karbon nol bersih. Sementara, negara-negara berkembang saat ini menyumbang hingga 90 persen dari gabungan output industri berat.

Kawasan ini juga merupakan rumah bagi aset industri berat seperti pabrik, fasilitas dan mesin yang relatif muda, rata-rata berusia 10-15 tahun.

Negara-negara ini kini memiliki peluang untuk mengarahkan sektor industri mereka ke jalur nol karbon. Mereka dapat memulai dengan inovasi tambahan, seperti efisiensi energi dan sumber daya serta sirkularitas material, pada aset yang ada.

Climate Investment Funds (CIF) yang membantu mendanai aksi perubahan iklim di negara-negara berkembang, dan UNIDO, sebuah badan khusus PBB yang membantu negara-negara dalam pembangunan ekonomi dan industri, telah bersama-sama mengidentifikasi tiga tantangan yang saling terkait yang menghambat kemajuan: kebijakan, pendanaan, dan penerimaan dari pihak-pihak yang terkena dampak.

Negara-negara berkembang mungkin mengalami hambatan dalam kebijakan atau tidak memiliki lingkungan yang mendukung aksi iklim di sektor industri.

Salah satunya adalah sulitnya pembiayaan. Negara-negara berkembang sering kali dihadapkan pada persyaratan yang tidak menguntungkan dalam hal peluang pemberian pinjaman.

Lembaga-lembaga keuangan, terutama di sektor swasta, tidak tertarik untuk berinvestasi pada proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan risiko.

Reaksi berantai untuk dekarbonisasi

Dalam beberapa bulan terakhir, UNIDO dan CIF telah bekerja sama secara erat dalam bentuk kemitraan baru di bidang industri dengan emisi tinggi yang dirancang untuk memicu “reaksi berantai” aksi iklim di negara-negara berkembang.

Melalui kemitraan ini, mereka bertujuan untuk bekerja sama dengan negara-negara dalam mengembangkan peta jalan menuju net zero dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada, terutama kesenjangan pendanaan.

Informasi tersebut kemudian dapat digunakan untuk memberikan dukungan kapasitas dan pembiayaan berbiaya rendah melalui bank pembangunan multilateral untuk meluncurkan proyek-proyek pertama ini sambil membantu mewujudkan transisi yang adil.

Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon Diusulkan Masuk RUU EBET

Tujuannya adalah menggunakan peta jalan ini untuk mendukung proyek-proyek transformasional awal yang dapat membawa pembiayaan sektor swasta pada skala yang lebih besar, membantu menciptakan siklus baik yang dapat mendorong pertumbuhan di seluruh sektor, wilayah, dan negara.

Model ini menggabungkan kekuatan kerja CIF dan UNIDO di negara berkembang untuk melengkapi pasar negara berkembang dengan alat yang dapat mereka gunakan demi merespons tantangan iklim yang mereka hadapi.

World Economic Forum menyatakan siap menerapkannya dalam transformasi ramah lingkungan pada industri berat, sebuah transformasi yang akan memberikan kontribusi besar terhadap respons kolektif kita terhadap krisis iklim.

Dibutuhkan banyak pemangku kepentingan untuk bekerja sama baik pemerintah daerah dan pusat, bank pembangunan multilateral, lembaga keuangan, sektor swasta, pekerja dan masyarakat sipil.

Apa yang terjadi di Mesir menunjukkan bahwa dekarbonisasi tanpa kerugian finansial yang besar adalah mungkin dilakukan dan sehat secara ekonomi.

Tidak ada alasan mengapa rangkaian peristiwa serupa tidak dapat terjadi di tempat lain. Bersama-sama kita dapat mengkatalisasi reaksi berantai yang dapat menjawab tantangan iklim saat ini.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com